Jurnalis Dibungkam: Kekerasan dan Intervensi Warnai Aksi 25–30 Agustus 2025

Jurnalis Dibungkam: Kekerasan dan Intervensi Warnai Aksi 25–30 Agustus 2025
ULUSTRASI : Logo AJI

Dampak lainnya, publik banyak mencari informasi melalui media sosial yang kebenarannya meragukan dan dikhawatirkan akan menyesatkan masyarakat yang belum terliterasi dalam penggunaan media sosial.

AJI menilai pelarangan dan pembatasan ini sebagai upaya pembungkaman dan intervensi pada pers yang seharusnya memberikan informasi sebenar-benarnya pada masyarakat.

Oleh sebab itu, AJI Indonesia menyatakan sikap:

1. Mengecam keras segala bentuk kekerasan, intimidasi, dan perusakan terhadap jurnalis. Para penegak hukum harus mengusut tuntas kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi selama demonstrasi berlangsung.

2. Menangkap dan mengadili pelaku, termasuk aparat yang terlibat dalam kekerasan terhadap jurnalis.

3. Mengecam upaya pembungkaman yang dilakukan untuk membatasi kerja jurnalis dan media, sehingga menyuburkan disinformasi dan hoaks yang meresahkan masyarakat.

4. Mengingatkan kepada semua pihak untuk menghormati kerja jurnalistik, tidak menghalangi jurnalis dalam memberitakan informasi aksi demonstrasi kepada publik.

5. Mengingatkan semua pihak, termasuk aparat kepolisian dan perusahaan bahwa kerja-kerja jurnalis dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Segala bentuk kekerasan terhadap jurnalis adalah pelanggaran hukum dan demokrasi.

Di tengah banjir informasi dan situasi yang tidak menentu, jurnalis dan karya jurnalistik yang kredibel adalah benteng utama melawan hoaks dan disinformasi.

Upaya pembungkaman media dan platform hari-hari ini mengingatkan kita pada praktik represif Orde Baru.

AJI menegaskan: kebebasan pers adalah syarat demokrasi, bukan barang yang bisa dinegosiasikan. (ria/red)