Kontroversi Pajak Reklame SPBU, Komisi B DPRD Surabaya Mediasi Bapenda dan Hiswana Migas

Kontroversi Pajak Reklame SPBU, Komisi B DPRD Surabaya Mediasi Bapenda dan Hiswana Migas

SURABAYA (Wartatransparansi.com) – Komisi B DPRD Kota Surabaya kembali menjadi jembatan dialog dalam polemik pajak reklame yang dikenakan kepada Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar Senin (4/8/2025),

Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Surabaya dan Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) dipertemukan untuk mencari titik temu atas perbedaan penafsiran soal reklame di area SPBU—khususnya yang terpasang pada bagian kanopi dan resplang.

Bapenda Surabaya, melalui perwakilan Bidang PBB dan BPHTB, menjelaskan bahwa dasar penagihan merujuk pada Peraturan Daerah (Perda) No. 7 Tahun 2023 serta rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun, mereka mengakui bahwa implementasi aturan ini belum sepenuhnya tuntas dari sisi teknis maupun sosialisasi.
“Sosialisasi memang sudah dilakukan sejak 2019, tapi belum merata. Di sisi lain, penerapan ini juga merupakan kewenangan daerah,” ujar perwakilan Bapenda.

Pernyataan tersebut langsung menuai sanggahan dari pihak Hiswana Migas. Penasihat hukumnya, Ben D. Hadjon, menilai bahwa langkah Bapenda menarik pajak berdasarkan Perda 2023 namun dengan rentang waktu hingga lima tahun ke belakang adalah bentuk pelanggaran prinsip hukum, khususnya asas non-retroaktif.
“Ini jelas inkonstitusional. Regulasi baru tidak bisa diberlakukan surut. Ini menciderai keadilan bagi para pelaku usaha,” tegasnya.

Lebih lanjut, Ben menekankan bahwa warna merah yang terpasang pada kanopi SPBU bukanlah bentuk promosi, melainkan identitas korporasi Pertamina yang tidak seharusnya dikategorikan sebagai reklame. Ia juga mempertanyakan inkonsistensi implementasi di daerah lain.

Penulis: Fahrizal Arnas