Seniman Indonesia Lintas Medium Siap Guncang ARTSUBS 2025

Seniman Indonesia Lintas Medium Siap Guncang ARTSUBS 2025
ARTSUBS 2025 akan diselenggarakan di Balai Pemuda Surabaya, pada 2 Agustus hingga 7 September 2025.

“Format ini membuka ruang yang lentur bagi praktik seni rupa kontemporer yang terus bergerak dan bereksperimen, yang kali ini ditunjukkan oleh karya-karya dari lebih dari 120 seniman, sejak yang berusia muda hingga yang sudah bereputasi nasional maupun internasional,” kata Semi.

ARTSUBS 2025 dikuratori oleh Nirwan Dewanto dan Asmudjo J. Irianto yang juga mengemban peran sebagai direktur artistik, di bawah kepemimpinan Rambat sebagai Direktur Utama.

“Material Ways, atau Jalan Ragam Materi, demikianlah tema yang kami pasang sekarang, adalah sebuah upaya menghadirkan bagaimana para seniman menggunakan bahan dan medium sebagai bahasa, bukan hanya sebagai alat. Materialitas yang membentuk karya seni tersebut menjadi tanda bagi pergulatan seniman dengan zaman dan lingkungannya,” jelasnya.

Dengan tema ini, ARTSUBS 2025 menyajikan kekayaan seni rupa kontemporer Indonesia. Material Ways adalah sikap terhadap dunia pasca-industri, yaitu tentang bagaimana kita melihat dan memperlakukan kelimpahan materi—dengan seni.

Keragaman material dan medium yang digunakan para seniman menciptakan makna baru di tengah keseharian.
“Plastik, gelas, aneka bahan sintetik, hingga limbah dan video, bahkan kinerja AI—semuanya masuk ke dalam seni rupa kontemporer. Dunia virtual dan dunia nyata saling memasuki, melahirkan bentuk-bentuk baru yang mengganggu realitas,” terangnya.

Di tengah banyaknya produksi materi di berbagai sektor kehidupan, seni rupa kontemporer menyediakan ruang-ruang refleksi atas berbagai masalah yang ditimbulkan oleh super-konsumerisme. Dengan demikian, Material Ways sangat sepadan dengan situasi Surabaya, yakni kota kedua terbesar di Indonesia, yang bergerak laju dengan industrialisasi lanjutan, percepatan ekonomi dan konsumsi.

ARTSUBS 2025 juga menghadirkan media baru seperti video dan teknologi augmented reality, menciptakan percakapan antara bentuk-bentuk konvensional dan yang berbasis teknologi.

Di tengah dunia yang serba-digital, muncul kerinduan terhadap sesuatu yang nyata dan buatan tangan. Sentuhan manusia, tangibility, menjadi penting, karena ia membawa emosi, ketidaksempurnaan, dan keaslian yang tidak bisa digantikan mesin dan algorit. (*)

Editor: Wetly