“Balai diklat itu kalau dipromosikan dengan baik bisa menarik minat warga, bukan hanya dari Surabaya, tapi juga dari luar kota. Ini bisa jadi pemicu, bukan hanya untuk balai diklat, tapi juga objek-objek wisata lain milik Pemkot seperti Tahura Pakal, Romokalisari Adventure Land, hingga Wisata Hutan Mangrove,” bebernya.
Tak hanya fokus pada sektor pariwisata, Yona juga menyinggung potensi lain yang bisa digarap dari aset Pemkot, yakni pasar-pasar tradisional.
Inspirasi dari Daerah Lain: Rusun di Atas Pasar
Hasil kunjungan kerja Komisi A ke Kendal, Semarang, dan Jakarta memberi inspirasi baru. Yona menyebut konsep pembangunan rusun di atas pasar seperti di Pasar Rumput Jakarta bisa menjadi model yang layak diterapkan di Surabaya.
“Di Jakarta, lantai bawahnya pasar, lantai atasnya rumah susun. Ada 1984 unit di sana. Ini bisa dicontoh Pemkot, khususnya untuk membangun hunian layak bagi MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah),” jelasnya.
Menurut Yona, konsep ini bisa menimbulkan efek domino ekonomi. Para penghuni rusun akan otomatis menjadi konsumen pasar di bawah hunian mereka, yang pada akhirnya menghidupkan roda perekonomian lokal.
“Kita sudah punya contohnya di Surabaya, seperti DTC dan Pasar Wonokromo atau Pasar Tambakrejo dengan Hotel Palem Park di atasnya. Tinggal kita maksimalkan dan replikasi di pasar-pasar lain, misalnya Pasar Keputran,” ujarnya.
Dengan sinergi antara pemerintah, media, dan masyarakat, Yona optimis pengelolaan aset milik Pemkot bisa menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi sekaligus meningkatkan PAD Surabaya secara berkelanjutan. (*)