Imam mengaku biasanya dalam satu tahun, penerimaan retribusi dari aktivitas pertambangan pasir hanya mampu mendapatkan Rp 60 juta. Namun dengan MBLB, Kabupaten Blitar dalam kurun waktu 5 hari saja sudah mendapatkan Rp 77 juta.
“Jadi tidak benar kalau ada cash money di pos pengawasan. STP (Surat Tanda Pengambilan) itu dikeluarkan dari kami kepada penambang untuk dikasihkan kepada sopir. Kemudian sopir memberikan STP tersebut kepada petugas pos pantau. Jadi bukan uang cash tapi ya STP itu,” jelas Imam saat dikonfirmasi terkait di pos pantau pengawasan apakah ada penarikan secara tunai kepada sopir pengusaha tambang pasir, Selasa (8/7/2025), di kantor Bapenda Kabupaten Blitar.
Pihaknya berharap kerja-kerja pemerintah daerah dalam rangka mengoptimalkan pendapatan daerah terus berjalan dengan baik. Sebab, kebocoran potensi pendapatan Kabupaten Blitar masih cukup banyak yang perlu diatensi menjadi pendapatan riil bagi Kabupaten Blitar.
“Kami siap melibatkan seluruh stakeholder dalam rangka mengoptimalkan pendapatan daerah tersebut. Kita berharap masyarakat ikut berpartisipasi dalam mensukseskan tata kelola pajak MBLB di Kabupaten Blitar. Kebijakan ini diterapkan sebagai upaya optimalisasi pendapatan asli daerah (PAD), serta mencegah praktik kebocoran pajak pertambangan yang selama ini kerap terjadi,” tandasnya. (*)