Oleh : Muries Subiyantp
Anggota IKPNI (Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia). Nomor Anggota: 0144/W/ALB-G3/00294-001-001. Keluarga Pahlawan Nasional R.M.T.A. Soerjo
MAGETAN – Kabupaten Magetan patut berbangga karena salah satu putra daerah yang lahir di Magetan, yaitu Raden Mas Tumenggung Ario (R.M.T.A) Soerjo selain pernah memimpin menjadi Bupati Magetan, juga menjadi Gubernur Jawa Timur kali pertama pasca Kemerdekaan RI sekaligus pemimpin utama Perjuangan Pertempuran 10 Nopember 1945 di Surabaya yang penuh heroik.
Dan setelah 16 tahun wafat beliau, Negara memberikan penghargaan sebagai Pahlawan Nasional Kemerdekaan RI.
Menjelang Haul Gubernur Soerjo yang diperingati setiap tanggal 11 Nopember, penting kiranya kita semua merenung dan belajar untuk merefleksikan diri tentang nilai-nilai kebaikan dan jiwa kepemimpinan beliau yang masih tetap relevan sampai dengan sekarang. Terlebih lagi, saat ini menjelang pelaksanaan Pilkada Serentak 27 Nopember, bisa menjadi momentum untuk membangun sebuah kesadaran bersama guna memilih pemimpin-pemimpin yang memiliki jiwa rela berkorban, bekerja tanpa pamrih, selalu mendahulukan serta mementingkan kepentingan bangsa-negara dan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi atau golongan.
Semasa kanak-kanak R.M.T.A. Soerjo adalah seorang anak yang bandel, nakal tapi berani. Pernah suatu ketika karena kebandelannya, orang tuanya memasukkan R.M.T.A. Soerjo ke kamar mandi. Tetapi beliau tidak merasa takut, bahkan merasa senang karena dapat bermain air dengan sepuas hati.
Dalam pergaulan sehari-hari di sekolah, R.M.T.A. Soerjo selalu menunjukkan tanda-tanda kepemimpinannya, berwatak jujur dan sportif. Pada waktu beliau sekolah di OSVIA, pernah empat orang temannya dikeluarkan dari sekolah, karena keempat orang tersebut menolak untuk merayakan hari ulang tahun kemerdekaan Negeri Belanda.
Sebagai reaksi terhadap pemecatan kawan-kawannya tersebut, beliau kemudian memberikan bantuan secara diam-diam kepada teman-temannya yang pada waktu itu sedang bertentangan dengan sinyo-sinyo Belanda yang bekerja pada bengkel kereta api. Rupanya sinyo-sinyo Belanda itu merasa sakit hati dengan didirikannya OSVIA untuk orang-orang Indonesia.
Ketika R.M.T.A. Soerjo menjadi Bupati Magetan, beliau menunjukkan sikap-sikap baiknya dan terpuji sebagai pemimpin rakyat. Beliau dikenal rakyat sebagai bupati yang merakyat.
Sumbangan beliau untuk daerah kelahirannya, antara lain memperbaiki jalan raya antara Magetan dan Sarangan. Tanjakan-tanjakan yang ada dikurangi sedemikian rupa sehingga dapat dilalui oleh kendaraan bermotor.
Sewaktu tentara Jepang menduduki Magetan, beliau tidak takut dan berusaha agar rakyat Magetan juga tidak takut menghadapi tentara Jepang. Dengan datangnya tentara Jepang, Magetan menjadi sepi, orang-orang takut keluar rumah. Oleh karena itu maka pada suatu pagi R.M.T.A Soerjo bersama-sama isteri beliau sengaja berjalan-jalan di sekitar alun-alun Magetan.
Maksudnya, agar rakyat tahu bahwa Bupatinya masih ada di dalam kota. Setelah itu rakyat mulai berani keluar untuk menjalankan kebiasaan-kebiasaan sebagaimana biasanya.
Suatu ketika, pada waktu R.M.T.A.
Soerjo berada di kantornya (Surya Graha sekarang ini) datanglah beberapa perwira Jepang. Tanpa diketahui sebab musababnya, perwira tersebut marah-marah dengan menggunakan bahasa Jepang. Tentu saja R.M.T.A. Soerjo tidak mengerti apa maksud perwira Jepang tersebut.
Perwira itu kemudian menghunus pedang samurainya untuk menakut-nakuti beliau. Tetapi, R.M.T.A. Soerjo sama sekali tidak takut. Dengan tenang beliau menjawab dalam bahasa Jawa, “Nyapo kowe teko terus muring-muring tanpo sebab, tanpo suluk salam, tanpo perkenalkan diri. Aku ora rumongso salah lan aku ora wedi”.
Setelah R.M.T.A. Soerjo menduduki posisi sebagai Bupati Magetan, beliau diangkat menjadi Syuchokan (Residen) di Bojonegoro. Pada waktu itu hanya ada dua orang Indonesia yang bisa menjadi Syuchokan, selain beliau ada Sutarjo Kartohadikusumo yang menjadi Residen di Jakarta. Setelah Indonesia Merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, R.M.T.A. Soerjo ditunjuk oleh Presiden Soekarno sebagai gubernur pertama Jawa Timur.
R.M.T.A Soerjo menjadi Gubernur Jawa Timur pada masa dimana situasi politik dan keamanan serba tidak menentu, khususnya penjajah yang membonceng pasukan sekutu Inggris untuk berusaha kembali merongrong kemerdekaan bangsa Indonesia. Situasi di Surabaya pada waktu itu yang penuh dengan gejolak, mengakibatkan beberapa pertempuran kecil antara Arek-Arek Suroboyo dengan pasukan Inggris, hingga puncaknya pimpinan mereka Jenderal Mallaby tewas. Hal ini mengakibatkan kemarahan besar pasukan Inggris dan memberikan ultimatum agar rakyat Surabaya menyerah, dan diberi batas sampai tanggal 10 Nopember 1945. Apabila sampai pada waktu tersebut tidak menyerah, maka Surabaya akan dibumihanguskan.
Berbagai upaya sudah coba dilakukan agar pertempuran besar tidak terjadi di Surabaya. Pagi hari tanggal 9 Nopember 1945, pimpinan perjuangan di Surabaya berkumpul. Dan sepertinya jalan damai tidak berhasil dicapai. Gubernur Soerjo memerintahkan Doel Arnowo untuk mengadakan hubungan dengan Pemerintah Pusat di Jakarta, dan Doel Arnowo ketika itu bisa langsung berhubungan dengan Presiden Soekarno. Lantas melalui Menteri Luar Negeri Ahmad Subardjo menghubungi Panglima Inggris di Jakarta. Oleh karena itu Pimpinan Perjuangan di Surabaya diminta untuk menunggu hasil pembicaraan Menteri Luar Negeri tersebut.
Ternyata menjelang sekitar pukul 23.00 WIB, ada telepon dari Menteri Luar Negeri di Jakarta. Yang intinya bahwa Pimpinan di Jakarta tidak berhasil menempuh jalan damai. Oleh karena itu mereka menyerahkan persoalan sepenuhnya kepada Pimpinan Perjuangan yang ada di Surabaya.
Setelah itu Gubernur Soerjo tepat pada pukul 23.00 WIB, dengan suara tenang, tegas dan mantap memulai Pidato “Sakral”nya yang sebagian isi dari inti pidato tersebut adalah “Semua usaha kita untuk berunding senantiasa gagal. Untuk mempertahankan kedaulatan Negara kita, maka kita harus menegakkan dan meneguhkan tekad kita yang satu, yaitu berani menghadapi segala kemungkinan. Berulang-ulang telah kita kemukakan bahwa sikap kita ialah lebih baik hancur daripada dijajah kembali. Juga sekarang dalam menghadapi ultimatum pihak Inggris, kita akan memegang teguh sikap ini.
Kita tetap menolak ultimatum itu”. Esok harinya, tanggal 10 Nopember 1945 meletuslah Pertempuran 10 Nopember di Surabaya, dan untuk mengenang pertempuran tersebut, setiap tanggal 10 Nopember ditetapkan sebagai Hari Pahlawan.
Sejak tahun 2021 dengan di inisiasi oleh beberapa elemen masyarakat diantaranya FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Magetan, FKPP (Forum Komunikasi Pondok Pesantren) Magetan, K-Mebul (Komunitas Marek Bareng Ulama) Magetan, PA GMNI Magetan, dan Pemkab Magetan secara gotong royong mengadakan acara Haul Gubernur Soerjo untuk kali pertama pada tanggal 11 Nopember 2021. Gayung bersambut sejak tahun 2022 hingga sekarang kegiatan Haul Gubernur Soerjo menjadi agenda rutin tahunan yang diprakarsai DPRD Provinsi Jawa Timur.
Haul Gubernur Soerjo kali ini menemukan titik nilai religiusitasnya, diantaranya adalah mendoakan beliau agar amal ibadah yang dilakukannya diterima Allah, mengenang keteladanan semasa hidup Gubernur Soerjo, dan membentuk rasa hormat dan syukur kepada para pejuang dan pahlawan yang telah banyak jasa. Selain itu momentum Haul Gubernur Soerjo tahun ini juga menjadi momentum untuk meneladani jiwa kepemimpinan beliau yang masih relevan dengan kondisi saat ini.
Gubernur Soerjo mengajarkan bahwa seorang pemimpin itu harus berani mengambil resiko. Resiko akan menjadi suatu pertimbangan apakah seseorang mampu menjadi pemimpin yang baik atau tidak. Karena itu dengan adanya rintangan yang beresiko disitulah seseorang dilatih untuk mengatasinya dengan baik dan disitu pulalah seseorang akan ditempa untuk menjadi pemimpin yang baik.
Pelajaran lain yang bisa kita ambil dari kepemimpinan Gubernur Soerjo adalah untuk menjadi pemimpin yang dicintai rakyatnya, seseorang harus memiliki sifat jujur. Lewat kejujuran, seorang pemimpin akan meningkatkan kemampuan managerial. Seorang pemimpin pun akan senantiasa membangun kelihaian berkomunikasi lewat kejujuran. Karena jujur akan membawa hati yang tulus. Dengan kejujuran akan muncul sebuah integritas untuk bekerja secara benar dan penuh kesungguhan.
Keteladanan lain yang bisa diambil dari kepemimpinan Gubernur Soerjo adalah pemimpin yang memiliki kemampuan memimpin dengan memegang prinsip utama, yaitu mendahulukan kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadi. Hal ini penting dilakukan karena kepentingan pribadi yang tidak sejalan dengan kepentingan masyarakat dapat menghancurkan apa yang seharusnya menjadi tanggung jawab bersama.
Gubernur Soerjo juga mengajarkan kepada kita semua, bahwa seorang pemimpin haruslah bisa menempatkan diri di segala bidang dengan baik, karena pemimpin merupakan motivator untuk semua yang terlibat di wilayah yang di pimpin dan seorang pemimpin yang baik yaitu yang rela berkorban untuk masyarakatnya dan harus tanggung jawab terhadap amanah yang telah diberikan.
Gubernur Soerjo memberikan inspirasi bahwa pemimpin harus bisa menjadi teladan, karena hal ini dapat memengaruhi dan menginspirasi orang lain untuk mengikuti jejaknya. Pemimpin yang teladan dapat memberikan contoh yang baik dalam semua bidang. Sifat-sifat beliau yang dapat dijadikan teladan sebagai seorang pemimpin antara lain jujur, amanah, adil, bertanggung jawab, rajin, bijaksana, berintegritas, berperilaku etis, transparan, loyal, dan siap berkorban.
Gubernur Soerjo sejak menjadi Bupati Magetan telah memupuk dan menaruh kecintaan terhadap Kebudayaan Daerahnya yaitu dengan membuat tembang-tembang Jawa yang indah.
Segala sesuatu beliau catat dalam bentuk tembang, baik mengenai politik, kisah perjalanan beliau sendiri maupun nasehat-nasehat untuk rakyat di daerahnya. Salah satu contoh tembang yang berisi nasehat kepada rakyat Magetan adalah:
DANDANG-GOELO
Kasoeng pemoet mring poro Soedjanmi,
Bawahing wang ing negri Magetan,
Wit dadi bopo-baboene,
Woes sagoeh aweh toedoeh,
Mring pro kontjo kang podo ngoedi,
Anggajoeh kaoetaman,
Oetomo kang toehoe,
Noehoni kwadjibaniro,
Nggadoeh oerip winadjibken angoeripi,
Mjang poro koelo-wargo. (*)