SURABAYA (Wartatransparansi.com) – Komisi Pemulihan Umum (KPU) Surabaya gelar Debat Publik pertama calon Walikota dan Wakil Walikota Surabaya di Dyandra Convention Center Surabaya, Rabu(16/10/2024). Acara tersebut dihadiri 18 partai politik dan Forpimda serta ratusan kader pendukung Er- Ji meluber di halaman gedung sampai ke pedestarian.
Pembukaan Debat Publik Pertama dengan tema Meningkatkan Pelayanan dan Kesejahteraan Masyarakat Kota, dilakukan ketua KPU Surabaya Soeprayitno dengan pembacaan pantun.
” Mlaku- mlaku Nang Tunjungan, Ono lali mampir Nang Kya- Kya. Mari ikuti debat publik pertama , moga Surabaya damai sejahtera,” ujar Nano, sapaan akrab Soeprayitno.
Usai calon Walikota dan Wakil Walikota Surabaya memaparkan visi misi nya untuk kota Surabaya kedepan. Lima panelis, 4 panelis dari unsur akademisi dan 1 panelis dari unsur profesional mengumpulkan pertanyaan yang masih tersegel ke tempat yang telah disediakan.
Dari kelima pertanyaan tersebut di ambil satu per satu dibacakan Host selaku pembawa acara yang langsung dijawab oleh calon Walikota dan Wakil Walikota. Debat Publik yang dihadiri oleh satu pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota terlihat monoton dan terkesan sebagai alat kampanye .
Debat publik yang diselenggarakan oleh KPU Surabaya dinilai kurang mendidik sistem demokrasi di Indonesia, khususnya Surabaya. Hal ini disampaikan oleh Rudi Gaul ketua Aliansi Relawan Surabaya Maju 2024. Ia merasa kecewa tatkala kotak kosong dikesampingkan keberadaannya, bahkan menyoroti KPU Surabaya telah menodai sistem demokrasi. Debat yang hanya menjawab dari panelis seperti halnya ujian skripsi.
“Saya kecewa atas sikap KPU Surabaya yang tidak memberikan ruang kepada kotak kosong didalam debat calon Walikota dan Wakil Walikota. KPU tidak memberikan ruang edukatif dan kompetitif sebagai esensi dari sebuah demokrasi atau pendidikan politik bagi masyarakat,” ungkapnya.
Rudi menyatakan, secara jujur bahwa masyarakat tidak tau masalah politik, apalagi fenomena adanya calon tunggal di Surabaya. Selayaknya KPU memberi ruang yang sama terhadap pilihan masyarakat, utamanya jika mencoblos kotak kosong.
“Jujur, secara edukatif masyarakat kurang memahami masalah politik. Untuk itu ruang edukatif itu perlu diberikan KPU secara berimbang, agar masyarakat tahu bahwa pilihan dalam pilkada 2024 ini, dikota Surabaya ada pilihan kolom tanpa gambar atau kotak kosong,” jelasnya
Rudi meminta pada KPU Surabaya memberikan sosialisasi yang mendidik terkait pilkada di Surabaya. Tidak hanya target banyaknya coblosan di TPS. Namun pendidikan politik kepada masyarakat, agar sadar menjadi pelaku demokrasi yang sehat.
” Demokrasi tidak menarik, padahal adanya pilkada adalah pesta rakyat. Rakyat melakukan pesta demokrasi, rakyat bergembira dan rakyat menerima gizi berupa visi dan misi calon Walikota dan Wakil Walikota. Patut diduga dan dicurigai apakah KPU Surabaya sebagai tim bayangan calon tunggal, karena selalu memberi ruang kepadanya. Apalagi mantan ketua KPU Surabaya menjadi tim pemenangan calon tunggal,” pungkasnya. (*)