SURABAYA (Wartatransparansi.com) – Menjawab pertanyaan kemungkinan tidak berhasil mencapai harapan menuju Indonesia Maju, melalui dunia pendidikan, karena korupsi semakin membudaya dan peran ulama mulai ditinggalkan. Juga komunikasi keluarga kurang optimal.
Prof Dr Ing Ir Misri Gozan M. Tech, selaku Dewan Guru Besar Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia, langsung mengingatkan dan meminta audien membaca bersama sama surat Yasin (ayat 33-35).
wa ayatul lahumul-arḍul-maitatu aḥyainaha wa akhrajna min-ha ḥabban fa min-hu ya’kulụn
wa ja’alna fhīha annatim min nakhīliw wa a’nabiw wa fajjarna fīha minal-‘uyụn
liya`kulụ min samarihī wa ma ‘amilat-hu aidīhim, a fa la yasykurụn
“Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah bumi yang mati (tandus). Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian, maka dari (biji-bijian) itu mereka makan.
Dan Kami jadikan padanya di bumi itu kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air,
agar mereka dapat makan dari buahnya, dan dari hasil usaha tangan mereka. Maka mengapa mereka tidak bersyukur? (QS. Yasin ayat 33-35).
Menurut Prof Misri Gozan, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, sudah memberikan gambaran bahwa bumi yang mati saja dihidupkan dengan tetesan air. Sehingga kita harus selalu optimis, kita tidak tahu anak kita akan jadi apa?
Maka, lanjut dia, cara terbaik mencapai kesuksesan dunia dan akhirat, ialah memberikan yang terbaik sebagai ikhtiyar dengan mendidik yang baik, kemudian diserahkan kepada Allah SWT.
“Jadi, jangan putus asa dan pesimis, berikan jalan dan berikan kepercayaan kepada anak anak kita, kemudian serahkan kepada Allah SWT,” tandasnya, Sabtu (31/8/2025) pada rangkaian Seminar Pendidikan, di Aula YPAS.
Oleh karena itu, kata dia, prinsip-prinsip utama harus kuat dan mengutamakan ketaqwaan, kemudian semua kembalikan kepada Al-Qur’an dan Hadits yang isinya penuh dengan optimisme.
Misri Gozan yang fokus menyampaikan materi, “Mungkinkah membangun generasi tangguh dunia dan selamat akhirat?”, memberi komentar bahwa perkembangan saat ini, jangan jangan nasib kita tambah nyungsep (Jawa), jatuh terperosok tengkurap, karena sudah terlena dengan perhitungan perhitungan duniawi saja.
“Al Irsyad berharap meninggalkan generasi yang tangguh dan selamat di akhirat,” harapnya berapi api.
Apalagi, menurut dia, kalau merasa jangan jangan kurang tepat dalam memberikan sesuatu pada proses pendidikan anak. Padahal kuncinya,
untuk meninggalkan generasi kuat, maka kita harus bertaqwa supaya tidak terjerumus, maka agama, aqidah dan akhlaq harus diutamakan.
Caranya, lanjut Prof Misri, cita-cita anak kita, dikaitkan dengan membekali, Islam, aqidah, ibadah, dan akhlaq. Sebagaimana diingatkan pada materi pembukaan menukil surat An Nisa’ (ayat 9)
Walyakhsyalladzina lau tarakụ min khalfihim żurriyyatan ḍi’afan khafụ ‘alaihim falyattaqullaha walyaqụlụ qaulan sadīda
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.
Sehingga keluarga sebagai akar kehidupan dan pendidikan, menurut dia, ditanamkan bahwa Rasulullah mengatakan, seandainya Fatimah me curi saya potong tangannya. Sebagaimana memberi contoh dan semangat menegakkan keadilan.
Sehingga dalam mencetak sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat, menurut Misri Gozan, harus memberikan bekal dengan (1) mengajarkan Al Qur’an, (2) membayar hutang/kewajiban, (3) baik terhadap keluarga, (4) santun menuntut ilmu , (5) memberikan makan, dan (6) panjang umur dan baik amalan.
Mengapa hal itu dikuatkan, menurut Prof Misri Gozan, Teori Ekologi Bronfenbrenner menyebutkan bahwa 4 (empat) lingkungan di luar jiwa anak yang mempengaruhi sepanjang hidupnya; Mikro system’ (lingkungan kecil), Meso System’ (keterkaitan antarmikrosistem), Ekosistem (setting lingkungan, anak tidak berperan aktif secara langsung), dan Makro system’ (lingkungan yang sangat besar di luar ketiga).
Sebagai pembekalan agar Pendidikan Formal, lanjutnya, menyangkut kompetensi akademis, jejaring, dan ijazah terjaga dengan baik sebagai investasi, maka semua kembali ke Al-Quran mengutip surat Ibrahim (ayat 24-25)
a lam tara kaifa dlaraballahu matsalang kalimatan thayyibatang kasyajaratin thayyibatin ashluha tsabituw wa far‘uha fis-sama
Tidakkah engkau memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimah ṭayyibah? (Perumpamaannya) seperti pohon yang baik, akarnya kuat, cabangnya (menjulang) ke langit,
Tuti ukulaha kulla ḥinim bi
iżni rabbiha, wa yaḍribullahul-amsala lin-nasi la’allahum yatazakkarun
Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.
Sebagai penguatan sekolah atau kampus, menurut dia, maka siklun PDCA harus dijalankan dengan baik.
Tahapan-tahapan dalam siklus PDCA.
, lanjut Prof Misri Gozan, Plan (merencanakan), Do (melakukan), Check (melakukan evaluasi dan menjalankan hasil evaluasi), Action (bertindak sesuai dengan hasil evaluasi dan perencanaan). “Siklus PDCA kalau dipakai akan membuat dampak positif, dan kalau tidak dipakai akan mengerucut,” (*)