Dr. Muchamad Taufiq, S.H.,M.H
Merdeka. Dirgahayu Republik Indonesia. Kita telah merdeka 79 tahun. Kita telah mengisi kemerdekaan dengan Pembangunan. Kemerdekaan sejatinya adalah jembatan emas untuk mewujudkan cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Nusantara Baru Indonesia Maju” adalah tema indah yang diangkat kali ini. Rasanya ingin menandai sebuah masa transisi menuju era kencono rusmini disaat Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Semoga menjadi sebuah harapan yang tergelorakan untuk menjaga kedaulatan bangsa. Demikian pula kehadiran IKN menjadi harapan kemakmuran rakyat Indonesia untuk hidup makmur dalam keadilan dan adil dalam kemakmuran.
Persatuan dan kemerdekaan berkelindan erat sejak kesadaran itu dibangun tahun 1908. Semangat persatuan tentunya bukan hanya ketika bangsa ini belum merdeka namun jauh lebih dibutuhkan ketika kita harus mengisi kemerdekaan. Sementara makna kemerdekaan sesungguhnya adalah kebebasan dalam mengekspresikan jati diri, mengaktualisasikan nilai-nilai luhur bangsa dengan penuh kesadaran.
Kemerdekaan sejatinya untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Membicarakan kesejahteraan umum artinya mendiskusikan sebuah upaya atas masyarakat yang sejahtera batin dan lahir. Sebagaimana potongan syair Lagu Kebangsaan Indonesia Raya “bangunlah jiwanya bangunlah badannya”. Sungguh mendalam pesan bernegara yang digagas oleh WR. Supratman.
Bagi masyarakat, kesejahteraan itu ketika keadaan mudah mencukupi kebutuhan dasar untuk cukup sandang, pangan dan papan. Mereka menjangkau pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan dan pendidikan. Sehingga dihamparan luas Indonesia tanah pusaka yang gemah ripah loh jenawi akan terwujud masyarakat yang tata tentrem kerta raharja. tidak lagi kita dengar sumpah serapah yang mengatakan “orang miskin dilarang sakit” dan sulitnya masyarakat menjangkau pendidikan bagi anak-anaknya karena terhambat biaya yang melambung tinggi.
Pemerintah dalam hal ini merepresentasikan negara bertanggung jawab terhadap lancarnya proses pendidikan sebagai kebutuhan dasar setiap orang. Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan serta memperoleh manfaat pendidikan dan ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia (UUD NRI Pasal 28C). Menyadari pendidikan termasuk kebutuhan dasar maka pemerintah (pusat dan daerah) wajib sifatnya untuk bersungguh-sungguh mengelolanya dengan profesional dan penuh tanggung jawab.
Amanat Pasal 31 ayat (2) UUD NRI 1945 bahwa “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Term kata “wajib mengikuti, wajib membiayai” kedudukannya sejajar dan saling berkait karena dipisahkan kata “dan”. Artinya semangat himbauan bersekolah dan semangat penyelenggaraan melalui pembiayaan harus berjalan seeiring. Bahkan idealnya pembiayaan itu ready guna memperlancar aktivitas proses pendidikan.
Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (Dana BOSP) adalah dana alokasi khusus nonfisik untuk mendukung biaya operasional nonpersonalia bagi Satuan Pendidikan. Idealnya dana BOSP berjalan seiring dengan time schedule pendidikan di sekolah-sekolah. Bisa dibayangkan, seandainya dana BOSP tidak tepat waktu sementara kegiatan sekolah harus berjalan dengan berbagai programnya, dari manakah pihak manajemen mengusahakannya? untuk berapa lama kemampuan manajemen bertahan mengusahakannya? sementara disisi lain semangat negara dalam penegakan hukum juga wajib kita dorong equality before the law-nya. Sungguh Ironi dalam 79 tahun kemerdekaan jika masih kita temukan fenomena demikian.
Aspek hukum dalam kehidupan bernegara menjadi dambaan semua orang. Hukum yang seringkali dilambangkan dengan neraca berkesimbangan masih “jauh panggang dari api”. Fenomena penegakan hukum yang carut-marut bak suguhan kaca-retak di mata masyarakat. Dinamika perpolitikan nasional menjadi tontonan sekaligus tuntunan dalam berbangsa dan bernegara kita. Sungguh sebuah perjalanan yang seharusnya tidak menjadi warisan bagi generasi muda sekarang, lebih-lebih bagi Gen-Z dan Gen Alpha.
Namun sebagai bangsa, kita tak boleh berputus asa dan berpangku tangan. Penguatan karakter terhadap generasi muda harus terus dilakukan melalui pendidikan demi terwujudnya tujuan akhir untuk menjadikan siswa beriman, bertakwa, berkarakter dan berakhlak mulia, bugar, disiplin serta sportif, dan siap batin dan lahir menghadapi kenyataan hidup.
Pada akhirnya disetiap peringatan Hari Ulang Tahun RI, kita selalu berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Allah Swt Tuhan Yang Maha Kuasa untuk tercapainya Indonesia yang lebih baik.
Peringatan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia harus dimaknai sebagai sarana untuk memperbarui semangat dalam pengabdian diri kepada bangsa dan negara kita tercinta. Setiap individu (rakyat, aparat, wakil rakyat) adalah pribadi yang diharapkan oleh ibu pertiwi untuk selalu bertanggung jawab dan berbuat baik sesuai ladang pengabdiannya. Sudah saatnya kita fokus memandang dan menata masa depan yang lebih baik.
NKetidaksempurnaan di masa lalu adalah catatan emas untuk diperbaiki dengan sepenuh hati. Marilah kita bangkit menuju Indonesia Emas 2045 dengan goodfaith (itikad baik).
Siapapun kita hendaknya memiliki tanggung jawab moral untuk mengisi kemerdekaan ini dengan kesadaran tinggi dan berjiwa Pancasila menjaga NKRI. Ingat pesan Panglima Besar Jenderal Sudirman, “lebih baik di bom atom daripada merdeka kurang dari 100 persen”. Saat ini kita sudah merdeka maka tidak ada pilihan lain kecuali kita menjadi warga negara yang baik dengan menjadi orang benar dan baik di setiap bidang aktivitas kita. Nusantara Baru Indonesia Maju. Semoga. (*)
*) Penulis adalah Pengajar Program Pascasarjana di ITB Widya Gama Lumajang dan Pengurus APHTN HAN Provinsi Jawa Timur.