Selasa, 21 Mei 2024
26 C
Surabaya
More
    OpiniTajukHari Raya Ketupat Simbol Totalitas Ibadah

    Hari Raya Ketupat Simbol Totalitas Ibadah

    Kekuatan pengabdian umat Islam di Jawa dan Nusantara, sebagai perwujudan totalitas dalam beribadah ialah perayaan Hari Raya Ketupat. Sebuah kekuatan ajaran gabungan dengan memadukan inti sari dari Al-Quran dan As-Sunnah (Al-Hadits) dengan budaya lokal dari peninggalan tradisi para leluhur ketika menanamkan kebaikan kepada anak dan cucu sebagai bekal memperkuat ibadah pada masa apa saja.

    Hari Raya Ketupat juga diartikan sebagai Hari Raya Kaffah (dimana umat Islam pada bulan Syawal setelah menyelesaikan puasa sunah 6 hari), sehingga mendapat gelar atau predikat melaksanakan puasa selama 1 tahun penuh, dalam hitungan paling populer.

    Hal itu berkaitan dengan penjelasan Hadits atau sabda Nabi Muhammad Shollallohu Alaihi Wassalam (SAW) bahwa,
    “Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka baginya (ganjaran) puasa selama setahun penuh.” (HR Muslim)

    Sabda kedua, “Barang siapa yang berpuasa satu bulan Ramadhan, ditambah enam hari (Syawal) setelah Idul Fitri, pahala puasanya seperti pahala puasa satu tahun. Dan siapa yang mengerjakan satu amalan kebaikan, baginya sepuluh kebaikan.” (HR Ibnu Majah).

    Pada Hadits mempertegas bahwa setiap satu amalan kebaikan, maka akan mendapat balasan 10 kebaikan, (walaupun puasa hanya Allah Subhanahu Wa Ta’aala (SWT) secara khusus memberi nilai atas ibadah itu). Tetapi mengambil dari hitungan populer, maka ketika umat Islam mampu mengerjakan puasa wajib di bulan Ramadhan 30 hari dan puasa sunnah 6 hari pada bulan Syawal, maka total puasa 36 hari. (Dikalikan 10 ganjaran amalan kebaikan sama dengan 360 hari atau setara dengan 1 tahun).

    Walaupun ganjaran ibadah puasa sebagaimana ditegaskan hanya Allah SWT pemberi pahala atas ibadah itu. Sebagaimana diriwayatkan Imam Bukhari disebutkan bahwa Allah berfirman dalam hadits qudsi:
    “Orang yang berpuasa itu meninggalkan makan, minum dan syahwatnya karena takut perintahKu Allah. Puasa adalah untukku (Allah) dan Aku akan memberikan balasannya, sedang sesuatu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipat gandanya.”

    Kemudian dalam riwayat Imam Muslim Rasullullah SAW bersabda: “Setiap amal perbuatan anak Adam yakni manusia itu, yang berupa kebaikan akan dilipatgandakan pahalanya dengan 10 kalinya hingga 700 kali lipatnya.” Allah Ta’ala berfirman: “Melainkan puasa, karena sesungguhnya puasa itu adalah untukKu dan Aku akan memberikan balasannya. Orang yang berpuasa itu meninggalkan kesyahawatannya, juga makanannya semata-mata karena ketaatannya pada perintahKu. Seorang yang berpuasa itu mempunyai dua macam kegembiraan, yaitu: kegembiraan di saat berbuka puasa dan kegembiraan di saat bertemu dengan Tuhannya. Dan sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum dari bau minyak kasturi di sisi Allah”.

    Perhitungan paling umum dan populer melaksanakan ibadah puasa selama 1 tahun, menunjukkan bahwa itulah “Simbol Totalitas Ibadah” bagi umat Islam yang menjalankan dengan penuh keyakinan dan pengharapan atas rahmat dan ridlo dari Allah. Maka itulah makna Kaffah dalam Hari Raya Ketupat.

    Pada Surat Al-Baqarah ayat 208 Islam secara Kaffah ditegaskan, “Wahai orang yang beriman, masuklah kamu semua ke dalam Islam. janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kalian,”

    Kata Kaffah dalam istilah Hari Raya Ketupat menjadi bagian dari asal usul memberi nama perayaan itu, bahwa ketupat itu adalah bahasa lain dalam berbangsa, bernegara, bermasyarakat dan beragama, beralam semesta ialah Kaffah.

    Sebagaimana diketahui tradisi Hari Raya Ketupat (Lebaran Ketupat) memang tidak tercantum dalam Al Quran, pun begitu tidak dirayakan oleh Nabi besar Muhammad SAW. Walau demikian, Lebaran Ketupat ini tetap digelar oleh sebagian besar umat Muslim di Pulau Jawa sepekan setelah hari raya Idul Fitri.

    Tradisi Lebaran Ketupat atau Bakda Kupat merupakan simbolisasi ungkapan dari bahasa Jawa. Kupat adalah akronim dari Ngaku Lepat (mengakui kesalahan). Simbolisasi ini digunakan Sunan Kalijaga dalam mensyiarkan ajaran Islam di Jawa yang pada waktu itu masih banyak orang meyakini kesakralan dari ketupat.

    Menurut Hikayat Indraputra ketupat telah dikenal sebagai penganan rakyat sejak 1700 Masehi. Tradisi Lebaran Ketupat sendiri diperkirakan sudah ada sejak lama, bertepatan dengan proses masuknya agama Islam di tanah Jawa.

    Dalam beberapa catatan sejarah, Sunan Kalijaga disebut sebagai orang pertama yang memperkenalkan tradisi Lebaran Ketupat. Sunan Kalijaga membudayakan dua kali bakda, yakni bakda Lebaran (Idul Fitri) dan bakda kupat (Lebaran Ketupat). Lebaran ketupat juga dikenal sebagai kegiatan Syawalan tradisi lebaran yang digambarkan sebagai simbol kebersamaan, lebaran ketupat ini juga dikenal dengan sebutan “Kenduri Ketupat”.

    Di era Wali Songo, Lebaran Ketupat ini biasanya dirayakan dengan memanfaatkan tradisi slametan yang sudah berkembang di kalangan masyarakat. Pada masa itu, tradisi ini juga menjadi sarana untuk mengenalkan ajaran Islam mengenai cara bersyukur kepada Tuhan, bersedekah, dan bersilaturahmi di hari Lebaran.

    Mamadukan sebagai pemeluk agama Islam Kaffah dengan puasa selama 1 tahun penuh, maka simbol dalam Lebaran Ketupat di bulan Syawal, disimbolkan dengan makanan Ketupat (dalam bentuk segilima, sebagai simbol perempuan) dan Lepet (dalam bentuk memanjang, simbol laki laki). Jika Ketupat sudah dijelaskan di atas, maka lepet adalah penguatan memaafkan perilaku lepat dan luput (kesalahan, sengaja atau tidak sengaja).

    Maka tidak berlebihan jika kekuatan budaya Hari Raya Ketupat, merupakan simbol kekuatan pengabdian beragama Islam secara totalitas. Sekaligus menjadi contoh teladan dalam beragama dengan lingkungan umat beragama berbagai penganut agama. Tetapi Islam dengan tulus ikhlas merayakan dengan lebih hikmat juga syukur melebur semua kesalahan dan memberikan pintu kemaafan. Itulah hakiki kekuatan dari ibadah secara totalitas begitu bermanfaat bagi seluruh umat dalam berbangsa, bernegara, bermasyarakat, beragama, dan berbudaya. Karena lahir dalam tradisi dan budaya bernama “Hari Raya Ketupat”. (*)

    Penulis : Djoko Tetuko-Dirut Media Koran Transparansi

    Sumber : WartaTransparansi.com

    COPYRIGHT © 2024 WartaTransparansi.com

    Berita Terkait

    Jangan Lewatkan