Oleh Djoko Tetuko
Dalam waktu sekejab alam sementara Indonesia Raya akan berubah, ibu kota negara (IKN) akan menggeser dari bumi Jawa ke bumi Kalimantan (Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur). Proyek strategis nasional itu direncanakan akan diresmikan pada 17 Agustus 2024.
Tidak mudah menjadikan IKN Nusantara menjadi magnet baru pusat pemerintah, sekaligus pusar berbagai kepentingan kehidupan lahir batin seluruh rakyat Indonesia. Apalagi Negara Kesatuan Republik Indonesia kesohor mempunyai berbagai keajaiban di berbagai daerah atau wilayah dengan tingkat kesakralan berbeda-beda.
Pemimpin (baru), Presiden dan Wakil Presiden (baru) sah-sah saja menempati pembangunan IKN Nusantara dengan berbagai peralatan modern dan canggih. Juga menduduki “kursi kekuasaan” sebagai tahta bermarwah. Tetapi apakah para pemimpin benar-benar menjadi pemilik sah “Tahta-Berwarwah” sebagai pengantar memperkokoh sebagai penuturan penuh dengan “Bertahta Marwah”.
Sekedar mengutip laman Kemenkeu RI, Perjalanan pemindahan IKN telah dimulai sejak era Presiden Soekarno di tanggal 17 Juli 1957. Saat itu, Soekarno memperkenalkan ide ini dengan memilih Palangkaraya sebagai lokasi potensial.
Soekarno juga ingin menunjukkan kepada dunia bahwa bangsa Indonesia mampu membangun IKN yang modern. Namun, ide ini hanya sebatas wacana dalam rencana jangka pendek. Sebaliknya, Presiden Soekarno menetapkan Jakarta sebagai IKN Indonesia dengan UU Nomor 10 tahun 1964 tanggal 22 Juni 1964.
Pada masa Orde Baru, tahun 1990-an, ada juga wacana pemindahan IKN ke Jonggol. Namun, wacana tersebut tidak pernah terwujud. Pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, wacana pemindahan IKN muncul kembali karena kemacetan dan banjir yang melanda Jakarta.
Terdapat tiga opsi yang muncul pada saat itu yaitu tetap mempertahankan Jakarta sebagai IKN dan pusat pemerintahan dengan melakukan pembenahan, Jakarta tetap menjadi IKN tetapi pusat pemerintahan dipindahkan ke daerah lain, dan membangun IKN baru.
Baru pada tahun 2019, Presiden Joko Widodo mengangkat isu ini sebagai solusi untuk meratakan pembangunan ekonomi, populasi, dan pembangunan di seluruh Indonesia.
Ketidakseimbangan ekonomi dan populasi di Pulau Jawa menjadi fokus penting dalam pemikiran Presiden. IKN tidak hanya mengubah lokasi fisik pusat pemerintahan, tetapi juga memperjuangkan transformasi budaya kerja, perubahan paradigma, dan persiapan sumber daya manusia yang matang.
Pemindahan ini merupakan langkah strategis untuk menyeimbangkan distribusi ekonomi dan populasi yang terlalu terfokus di Pulau Jawa. Jakarta akan tetap berperan sebagai pusat bisnis, pariwisata, dan ekonomi, sementara IKN di Kalimantan Timur akan menjadi pusat administrasi negara yang menawarkan identitas yang unik dan berbeda.
Pemindahan ibu kota negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur merupakan keputusan strategis yang telah diambil oleh pemerintah. Keputusan ini telah menuai pro dan kontra dari masyarakat, namun pemerintah tetap berkomitmen untuk melaksanakannya.
1. Menghadapi tantangan masa depan
Salah satu urgensi tujuan pemindahan IKN adalah untuk menghadapi tantangan masa depan. Sesuai dengan Visi Indonesia 2045, Indonesia akan menjadi negara maju dengan perekonomian terbesar ke-5 di dunia. Untuk mencapai visi tersebut, Indonesia perlu melakukan transformasi ekonomi.
Transformasi ekonomi ini membutuhkan dukungan dari berbagai aspek, termasuk infrastruktur, sumber daya manusia, dan regulasi. Pemindahan IKN diharapkan dapat mendukung transformasi ekonomi ini dengan menyediakan infrastruktur yang modern dan ramah lingkungan, serta sumber daya manusia yang berkualitas.
2. Membangun Indonesia yang inklusif
Urgensi pemindahan IKN lainnya adalah untuk membangun Indonesia yang inklusif. Selama ini, pembangunan di Indonesia terpusat di Pulau Jawa, khususnya Jakarta. Hal ini menyebabkan ketimpangan pembangunan dan kesejahteraan di antara wilayah-wilayah di Indonesia.
Pemindahan IKN diharapkan dapat menjadi katalisator pembangunan di wilayah-wilayah lain di Indonesia, khususnya di Kalimantan Timur dan kawasan timur Indonesia. IKN baru diharapkan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru yang dapat mendorong pembangunan di wilayah-wilayah sekitarnya.
3. Kondisi objektif Jakarta
Selain itu, pemindahan IKN juga didasarkan pada kondisi objektif Jakarta yang tidak cocok lagi sebagai IKN. Jakarta memiliki kepadatan penduduk yang tinggi, kemacetan yang parah, dan permasalahan lingkungan yang serius.
Kepadatan penduduk Jakarta mencapai 16.704 jiwa/km2, sementara kepadatan penduduk Indonesia hanya 141 jiwa/km2. Kemacetan di Jakarta juga merupakan salah satu yang terburuk di dunia. Pada tahun 2019, Jakarta menempati peringkat ke-10 sebagai kota termacet di dunia.
Selain itu, Jakarta juga menghadapi permasalahan lingkungan yang serius, seperti banjir dan penurunan tanah. Banjir yang terjadi di Jakarta setiap tahun menyebabkan kerugian materi yang sangat besar. Penurunan tanah di Jakarta juga menyebabkan sebagian wilayah Jakarta berada di bawah permukaan laut.
4. Pemindahan IKN sebagai wujud kecintaan dan bakti pada NKRI
Pemindahan IKN merupakan keputusan yang telah diambil oleh pemerintah melalui proses demokrasi. Keputusan ini harus didukung oleh seluruh komponen bangsa.
Pemindahan IKN pasti akan menimbulkan tantangan dan hambatan. Namun, bangsa Indonesia harus bersatu untuk menghadapi tantangan tersebut dan meminimalisasi ekses dari pemindahan IKN.
Pemindahan IKN merupakan upaya untuk membangun Indonesia yang lebih baik di masa depan. Keputusan ini harus didukung sebagai wujud kecintaan dan bakti pada NKRI.
Memang tidak semudah membalikkan tangan menjadi pemilik sah “Bertahta Marwah”. Sebab membutuhkan persyaratan sakral dengan berbagai jalan terjal dengan laku tirakat benar-benar menjadi memimpin rakyat.
Sebagaimana diketahui tahta merupakan supremasi kekuasaan dalam pemerintahan dan kenegaraan. Sehingga tahta menjadi permasalahan pelik dalam sistem pemerintahan dan kekuasaan. Tahta seperti kodrati alam semesta ditentukan oleh takdir dari Tuhan Yang Maha Esa dan Kuasa. Manusia tinggal mengikuti dan menjalankan dengan amanat.
Secara leksikal, marwah mempunyai arti kehormatan diri, harga diri, nama baik. Dalam pergaulan hidup sehari-hari, marwah dipadankan dengan istilah harkat-martabat. Sebut saja, seorang Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan adalah kemampuan menjaga amanat bersama rakyat.
Pemimpin dengan tanggung jawab menjaga negara dan pemerintah, menjaga seluruh anak bangsa, menjaga seluruh kekayaan alam semesta, akankah para pemimpin di IKN Nusantraa mampu mewujudkan menjadi pemilik sah “Tahta Berwarwah” atau hanya sekedar menempati gedung baru dan pusat peradaban baru, tetapi tanpa makna apa-apa.
Pusaran kekuasaan senantiasa menjadi pusar, bukan berhenti karena ketidakberdayaan. Oleh karena itu, menjaga “Tanta Bermarwah” memang tidak semudah membalikkan tangan. Tetapi “Tangan Tuhan” karena tangan penguasa yang bernuansa indah dengan sentuhan penuh berkah, InsyaAllah akan mengantar pemimpin di IKN Nusantara “Bertahta Marwah”. (@)