Kamis, 12 Desember 2024
26.1 C
Surabaya
More
    SultengSaatnya Masyarakat Cerdas, Ini Perbedaan Debt Collector Resmi dan Aturan Hukumnya

    Saatnya Masyarakat Cerdas, Ini Perbedaan Debt Collector Resmi dan Aturan Hukumnya

    PALU (Wartatransparansi.com) – Maraknya kasus kekerasan terhadap nasabah atau debitur yang berujung terjadi tindakan kriminalitas menjadi perhatian serius pihak aparat Kepolisian.

    Dalam beberapa pekan terakhir dibulan November hingga memasuki bulan Desember 2023, Kepolisian Sektor Palu Barat telah membongkar dan menahan pelaku kejahatan dengan modus berkedok penagihan utang alias Debt Colektor atau eksternal Leasing.

    Kapolsek Palu Barat AKP Rustang menjelaskan, hal terpenting yang harus diketahui masyarakat atau calon debitur atau nasabah yang hendak melakukan proses kredit kendaraan atau kredit apapun itu, haruslah mempelajari poin-poin perjanjian dalam akad kredit tersebut.

    Kemudian, nasabah yang telah melakukan proses kredit haruslah juga mengetahui hak dan kewajibannya. Salah satunya masalah jatuh tempo pembayaran, keterlambatan pembayaran, denda dan terutama harus mengetahui petugas resmi penagihan atau debt colleltor.

    Untuk mengetahui debt collector (DC) resmi saat melakukan penagihan atau penarikan kendaraan kata Rustang, ada empat syarat yakni, membawa kartu identitas resmi atau surat kuasa dari leasing, membawa Sertifikasi Profesi Pembiayaan Indonesia (SPPI), membawa surat somasi, serta memiliki dan menguasai fudisia dalam menagih utang.

    Selain itu, dalam melakukan penagihan ke nasabah mereka tidak diperkenakan menggunakan cara-cara kekerasan baik dalam bentuk ancaman, tindakan, yang mempermalukan debitur atau konsumen.

    Para debt colektor kata Rustang, tidak diperkenakan melakukan atau menggunakan tekanan dengan fisik maupun verbal. Seperti, melakukan intimidasi, menjatuhkan harkat dan martabat konsumen, serta berbicara masalah suku agama dan ras atau SARA.

    Namun jika dalam penagihan atau penarikan yang mereka lakukan tidak sesuai SOP atau tidak sesuai poin-poin aturan dan justru melakukan intimidasi, pengancaman, kekerasan fisik maka para debitur atau nasabah bisa langsung melaporkan ke aparat kepolisian.

    Menurut Rustang, terkait adanya pengungkapan kasus perampasan kendaraan yang modusnya berpura-pura menjadi debt collektor beberapa pekan kemarin, sudah menjadi contoh agar masyarakat atau debitur harus berhati-hati.

    Sebab itu kepolisian khususnya polsek palu barat kata Rustang, dalam kegiatan-kegiatan pertemuan mengingatkan dan mensosialisasikan ke masyarakat akan pentingnya mengetahui modus-modus kejahatan yang salah satunya berkedok debt collector.

    Baca juga :  Talkshow Kejati Sulteng di Harkodia, Audien Tanyakan Jaksa Jovi dan Proyek Masjid

    “ Menjadi debt colektor itu ada aturannya yang harus mereka ikuti dan masyarakat harus mengetahui dan memahami juga. “ ucapnya.

    Selain itu saran Rustang, untuk para debt collektor dan para pimpinan leasing yang resmi untuk menaati aturan tersebut.

    Sebab hukuman bagi para pelaku modus yang mengancam, mencuri akan dikenakan Pasal 365 KUHP : Pasal ini mengatur tentang pencurian dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang dengan maksud untuk mencuri. Pencurian semacam ini dapat dikenai pidana penjara selama maksimal 9 tahun.

    “ Apabila dia bukan debt colektor resmi maka, itu bisa dipastikan sebagi pelaku pencurian yang bermodus sebagai debt colektor. Karena itu mengarah pada pasal 365, pencurian dengan kekerasan. “ tegas Rustang.

    Rustang berharap, aturan atau pengetahuan tentang persoalan kredit dan debt collector bisa tersosialisasi ke masyarakat dengan harapan apabila masyarakat mengalami atau menemukan hal tersebut segera melaporkan keaparat kepolisan.

    “ Untuk wilayah palu barat kami sudah sosialisasikan ke para babin untuk menyampaikan ke warga masyarakat bahwa apabila, debt colektor berupaya melakukan penarikan paksa kendaraan dengan cara kekerasan maka itu dipastikan bukan debt colektor resmi. Dan laporkan kami akan tindak. “ ujarnya.

    Namun demikian Rustang juga menyarankan agar para leasing bisa membangung komunikasi dan kerjasama sinergitas dengan pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya kasus kekerasan dan pencurian yang berkedok debt collector salah satu leasing.

    “ Memang ada juga pihak leasing yang menutup diri dan ada para debt collektornya bekerja tidak sesuai SOP. Namun ada juga nasabah yang diduga tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaiakan pembayaran. Untuk itu, kepolisian bisa membantu memfasilitasi membantu debitur dan kreditur untuk mencarikan solusi terbaiknya. Sebab kami juga memiliki ruang Restoratif Justice, itu bisa kita gunakan. “ kata Rustang.

    Baca juga :  Kejari Palu Paparkan Penanganan Perkara 2024 di Hari Anti Korupsi

    Sementara itu, dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019. ada hal-hal yang telah disepakti bahwa proses eksekusi atau penarikan kendaraan oleh debt collector harus dilengkapi dengan:

    1. Adanya sertifikat fidusia
    2. Surat kuasa atau surat tugas penarikan
    3. Kartu sertifikat profesi
    4. Kartu Identitas

    Dikutip dari situs web : siplawfirm.id tentang prosedur-penarikan-kendaraan-oleh leasing menjelaskan, Aturan Hukum Penarikan Kendaraan Bermotor.

    Aturan hukum penarikan kendaraan bermotor terkait jaminan fidusia tertuang dalam beberapa peraturan sebagai berikut ;

    a. Peraturan Menteri Keuangan No. 130 Tahun 2021 Tentang Pendaftaran jaminan Fidusia
    Setiap perusahaan pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor wajib melakukan pendaftaran ke kantor pendaftaran jaminan fidusia terhitung 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak dilakukannya perjanjian pembiayaan konsumen.

    b. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 29 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan
    Perusahaan pembiayaan dilarang melakukan penarikan benda yang menjadi jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor, apabila sertifikat jaminan fidusia belum diterbitkan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia dan diserahkan kepada perusahaan pembiayaan.

    c. Putusan MK No. 18/PUU-XVII/2019
    Dalam putusan MK tersebut diinterpretasikan bahwa wanprestasi tidak boleh ditetapkan atau diputuskan secara sepihak oleh pihak kreditur saja. Dalam putusan MK juga dijelaskan bahwa jaminan fidusia tidak boleh dilakukan eksekusi langsung, meski sudah memiliki sertifikat jaminan.

    Pemberi dan penerima fidusia harus menyepakati terlebih dahulu mengenai cidera perjanjian tersebut. Jika sudah ada kesepakatan dari para pihak, maka penerima dapat mengeksekusi secara langsung, akan tetapi jika tidak terdapat kesepakatan maka pelaksanaan eksekusi harus melalui Putusan Pengadilan.

    Perlu diketahui bahwa aturan hukum penarikan kendaraan bermotor oleh perusahaan leasing terdapat pada Peraturan Menteri Keuangan No. 130.PMK.010.2012. Selain itu pada Putusan MK No. 18/PUU-XVII/2019 mengenai Jaminan Fidusia dijelaskan mengenai prosedur penarikan kendaraan oleh leasing.

    Baca juga :  Momen Narkoba Gunawan Mendi Dimusnahkan Kejari Palu, Begini Prosesnya

    Perusahaan leasing diperbolehkan untuk melakukan eksekusi pada kendaraan yang dijadikan jaminan dengan beberapa prosedur berikut;

    1. Menunjukan sertifikat jaminan fidusia
    Kreditur yang melakukan pembiayaan konsumen kendaraan bermotor dengan adanya jaminan fidusia wajib untuk mendaftarkan jaminan tersebut pada kantor pendaftaran fidusia. Hal ini juga sudah diatur dalam Undang-undang mengenai jaminan fidusia.

    2. Tahapan
    Prosedur penarikan kendaraan harus melalui beberapa tahapan seperti memberikan peringatan atau pengumuman jatuh tempo hutang. Pihak leasing harus memberikan pemberitahuan sekitar tiga atau satu hari sebelum jatuh tempo pelunasan hutang. Sehingga pihak debitur sebisa mungkin juga tidak melakukan wanprestasi.
    Tahapan selanjutnya yang juga menjadi syarat penarikan paksa kendaraan adalah melakukan penagihan hingga memberikan surat peringatan. Jika debitur sudah melewati masa jatuh tempo pembayaran hutang kurang lebih 1 hingga 7 hari, maka perusahaan leasing akan menghubungi debitur.

    Sedangkan jika waktu pembayaran sudah lebih dari 8 hari hingga 30 hari, maka prosedur penarikan kendaraan leasing yang selanjutnya adalah dengan mengirimkan surat peringatan pada debitur.
    Dalam proses penarikan kendaraan, bisa dilakukan ketika debitur sudah melewati dua kali waktu angsuran.

    Namun sebelum itu akan ada aturan kembali apakah debitur akan mencicil dengan waktu atau jadwal yang berbeda atau memutuskan kontrak. Pemutusan kontrak itulah yang bisa membuat leasing menarik kendaraan atau jaminan fidusia.
    Dalam upaya penarikan tersebut, perusahaan leasing harus menggunakan tenaga penagih yang sudah bersertifikasi profesi dari lembaga yang ditunjuk Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI). Jadi bukan sembarangan orang yang bisa melakukan penarikan kendaraan tersebut.

    3. Memberikan masa tenggang

    Prosedur penarikan kendaraan leasing tidak hanya berhenti pada tahap penarikan saja. Setelah upaya penarikan, perusahaan leasing memberikan tenggang waktu selama 2 minggu untuk debitur menebus kendaraan tersebut. Jumlah yang harus ditebus akan disesuaikan dengan sisa tunggakan angsuran beserta denda dan bunga yang harus dibayarkan.

    Namun jika sudah lebih dari jangka waktu yang diberikan tersebut debitur masih belum bisa menebusnya, maka perusahaan leasing akan melakukan lelang pada kendaraan atau jaminan fidusia tersebut.

    Jadi, dalam prosedur penarikan kendaraan leasing harus mengikuti beberapa tahapan dan tidak secara langsung dilakukan pengambilan tanpa syarat-syarat tertentu. (*)

    Reporter : Rahmad Nur

    Sumber : WartaTransparansi.com

    COPYRIGHT © 2023 WartaTransparansi.com

    Berita Terkait

    Jangan Lewatkan