Orang Jawa dan Sunda yang tinggal di pesisir provinsi Banten, dalam percakapan sehari- hari terbiasa menggunakan bahasa masing-masing, tetapi uniknya mereka saling mengerti.
“Di sinilah kita lihat bahasa itu menjadi keutamaan rasa, bahasa budaya dan dalam bahasa daerah itu kuat sekali,” urai Susi.
Film, kata Susi, perlu memanfaatkan bahasa daerah jika cerita yang diangkat beratar belakang adat dan budaya suata daerah tertentu.
“Karena _feelnya_ ada di dalam bahasa itu,” jelasnya. Susi memberi contoh, kalau film “Uang Panai” tidak menggunakan bahasa daerah, pasti terasa hambar dan tidak ada feelnya.” Dia mengingatkan penggunaan bahasa daerah sebuah cara menghindari kepunahan bahasa.
Dalam bidang kebahasaan itu juga Susi merasa kehilangan sosok Remy Silado, seniman yang mahir berbagai bahasa daerah dan bahasa asing. Remy Silado yang wafat tahun lalu, bagi Susi pribadi yang mengingatkan pentingnya merawat dan menggunakan bahasa daerah.
Berhasil Secar Komersial
Sementara itu, *Edi Suwardi*, Kapokja Apresiasi dan Literasi Film mewakili *Ahmad Mahendra*, Direktur Perfilman, Musik dan Media, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi, dalam sambutan mengakui kini semakin banyak film Indonesia yang menggunakan bahasa daerah.
Menurut dia, hal ini antara lain berkat upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang menggalakkan penggunaan bahasa daerah di berbagai media pandang dengar. Kementerian juga telah mendanai produksi film yang menggunakan bahasa daerah.
Alasan lain meningkatnya penggunaan bahasa daerah dalam film Indonesia, tambah Edu,maraknya era digital. Sekarang jauh lebih mudah memproduksi dan mendistribusikan film, dan hal ini menyebabkan pembuatan film menjadi lebih beragam. Termasuk film-film yang menggunakan bahasa daerah.
Edi memberi contoh yang sudah menggunakan bahasa daerah, antara lain, “Arisan! (The Gathering)” (2003), yang menggunakan bahasa Jawa, “Filosofi Kopi “(Filosofi Kopi) (2015) menggunakan bahasa Sunda, “Tarian Lengger Maut” (2022) berbahasa Bali.
“Film-film berbahasa daerah ini, hebatnya sukses baik secara kritik maupun komersial, dan membantu meningkatkan kesadaran akan penggunaan bahasa daerah dalam film-film Indonesia. Karenanya ke depannya mungkin akan lebih banyak lagi film Indonesia yang menggunakan bahasa daerah,” kata Edi. (*)