Nikmatnya Kemerdekaan (3)

Nikmatnya Kemerdekaan (3)
H.S. Makin Rahmat

MAMPU membaca perkembangan zaman dengan mensolidkan kedaulatan sebagai negara merdeka dan berdaulat merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar. Sesuai slogan: “NKRI Harga Mati!!!”

Kehadiran Romo KH Ahmad Muwaffiq dalam Pengajian Kebangsaan di Masjid Nasional Al Akbar Surabaya, hari Sabtu (5/8/2023) menjadi inspirasi Al Faqir untuk mengamini argumentasi yang disampaikan Gus Muwaffiq, sapaan akrab mubaligh “Istana” juga ajudan Presiden ke 4 KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.

Ngaji dengan gaya dialog memberikan pencerahan langsung tentang nilai-nilai kebudayaan kebangsaan.
Keberadaan bangsa Indonesia hingga diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 tidak bisa lepas dari jasa-jasa pendahulu, tokoh nasionalis, tokoh masyarakat , ulama khususnya para Walisongo.

Kemajuan teknologi saat ini, di era milineal & Gen Z, menjadikan perubahan perilaku yang harus disikapi dengan bijak. Dulu, masyarakat awan tanya soal agama harus mencari guru atau silaturahmi ke ulama atau Kiai. Saat ini, dengan bawa gadged alat piranti canggih, tinggal akses ke mbah Google bisa memberikan penjelasan cas-cis-cus.

Artinya, penyebaran informasi yang terkoneksi di google, sarana transportasi yang dikuasai transportasi online, termasuk kebutuhan privasi yang tinggal nge-share di dunia baru, yaitu kemajuan teknologi gawai, masih diperlukan kroscek dan ricek. Bukan asal comot, apalagi dijadikan pedoman, bisa terjerumus. Bagaimana pun tanpa guru, ahli pada bidangnya bisa salah jalan.

Bukan berarti Islam anti teknologi. Sebaliknya, Islam memotivasi kita mencari kemudahan-kemudahan dalam urusan dunia. Sesuai hadis Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata:
ما خُيِّرَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ بيْنَ أَمْرَيْنِ، أَحَدُهُما أَيْسَرُ مِنَ الآخَرِ، إلَّا اخْتَارَ أَيْسَرَهُمَا، ما لَمْ يَكُنْ إثْمًا
“Tidaklah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika memilih antara dua perkara, dan salah satunya lebih mudah, kecuali beliau pasti memilih yang lebih mudah. Selama bukan perkara dosa” (HR. Bukhari-Muslim).

Berarti Islam sangat fleksibel dan lentur terhadap zaman. Surat wal Asri (Demi Masa) merupakan panduan agar kita tidak tergolong hambaNya yang merugi, yaitu tetap semangat dalam keimanan, mengingatkan dalam kebaikan, serta dalam jalur kesabaran.

Ingat zaman sudah berubah, maka kita harus siap dan mampu bergerak menyongsong perubahan dunia. Jangan mundur, lantas kolot dalam bermasyarakat dan berbudaya. Sedikit-sedikit bid’ah, menganggap produk monumental Pancasila, kafir. Sering kita lupa, melupakan kekuatan negara, yaitu kadaulatan bangsa untuk melindungi dan memakmurkan rakyat.