Menurut Erick, tradisi kedua, ialah bagaimana mempunyai program yang berkelanjutan, bukan program kagetan. Apalagi ketuanya yang demen, kemudian mengikuti selera ketua.
“Tetapi kesepakatan besar untuk membangun sepakbola kita, Exco sudah menyetujui dan sepakat ialah menjaga empat tradisi itu,” tandasnya.
Demikian juga kalau ada pertanyaan kenapa kita ke Jepang? Kata dia, kalau kita tidak membangun perwasitan kapan mau bangkit?
“Sehingga dalam waktu dekat ini. membawa mentoring dan Trainer, pada 13-20 Juni ini mulai pelatihan perwasitan. Dimana ada 2 wasit dari Jepang satu trainer dan satu lagi mengevaluasi,” kata Erick.
Termasuk menjalin kembali kerja dana dengan Jerman, selain menginterview program pelatih dan membuat program kepelatihan,untuk membentuk karakter.
Erick menegaskan, jika Inggris punya Kick and Thrus, kalau kita tidak punya karakter dan hanya sepakbola ikut ikutan, maka tidak punya karakter sebagai bangsa dan sulit meriah prestasi.
Dicontohkan Erick, Korea dan Jepang bisa ke Piala Dunia karena punya karakter yang sama, tidak muda membangun dari bawah. Membangun kultur dan tradisi sekaligus karakter.
“Oleh karena itu, Saya percaya program berkelanjutan akan menbangun tradisi baru. Walaupun saya orang Jakarta tidak mau Jakarta Centeris, tetapi harus semua daerah ikut membangkitkan termasuk FIFA Matchday Indonesia lawan Palestina di Surabaya, hari ini,” katanya.
Bahkan, lanjutnya, Ini sejarah pertama kali pertandingan PSSI tiketnya laku semua Back to Back .
Ketiga, menurut Erick, tradisi pembinaan sepakbola sejak dini. Bluprint bagaimana punya pelatih serifikat PSSI, terutama di sekolah-sekolah.
Sebab, kata dia, pembinaan memang harus dari bawah, “Sebab, kalau kita mimpi mau kualifikasi PD lolos pembinaan, harus dari usia dini mulai umur 9 tahun. Dan
Garuda mendunia, jangan hanya wacana, tetapi harus ada implemnatasinya seperti fokus Kongres PSSI Jatim,” tandas Erick. “Dan jatim tolok ukur yang sangat penting,” tuturnya.
Tradisi keempat, ialah tradisi prestasi. Sebab kenyataannya 280 juta penduduk dengan ekonominya tumbuh, peringkat FIFAnya semakin turun. “Artinya tradisi kemenangan harus ditanamkan.
Saya mengharap Kongres di Jatim kita konsolidasi cari persamaan untuk mewujudkan tradisi sepakbola prestasi,” paparnya.
Erick menegaskan, pemaparan ini semoga menjadi diskusi serius pada Kongres. “Dengan slogan wani membongkar tradisi kita, menjadi tradisi prestsi. Mari membangun sepakbola Indonesia bangkit dari Timur,” harapnya. (*)