“Riak-riak yang terjadi di dalam negeri jangan dianggap hal sepele. Ini soal kewibawaan bangsa kita, seperti bagaimana Indonesia menghadapi gejolak dan teror KKB di Papua, kasus-kasus TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) di Myanmar dan masalah lainnya yang memerlukan
diplomasi tingkat dunia,” tegas LaNyalla.
Tokoh asal Bugis yang besar Surabaya itu menilai, yang tak kalah penting juga adalah pertumbuhan ekonomi. Jika Indonesia ingin menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi, LaNyalla menilai harus terlebih dahulu dimulai di dalam negeri, di mana kita harus menata perekonomian kita agar sepenuhnya dikuasai negara, bukan oleh
sekelompok oligarki yang berkolaborasi dengan asing.
“Sementara pribumi hidup dalam kekurangan dan ekonomi yang morat marit. Harapan menjadi episentrum harus didukung dengan pertumbuhan ekonomi yang mampu menciptakan keadilan ekonomi secara merata, serta tidak dikuasai barang-barang impor,” tutur LaNyalla.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Retno L. P. Marsudi menegaskan, Indonesia memastikan tiga pilar utama keketuaannya di ASEAN 2023 menjadi hasil yang konkret dan bisa diterapkan oleh masing-masing negara anggota dalam jangka panjang. Indonesia mendorong ASEAN terus menjadi motor stabilitas dan perdamaian kawasan maupun dunia. (nuriyah maslaha)