Pada saat hari raya tiba, biasanya setelah shalat Idul Fitri dan setelah kundangan (kenduri), di masing2 musholla dan masjid, mereka mengawali dengan rombongan keluarganya, tidak menyia-nyiakan mumentum lebaran, untuk silaturrahmi ke tetangga dan sanak keluarga. Anehnya jarang sekali diantara mereka yang duduk, minum, apalagi mencicipi jajanan yang sudah dipersiapkan sejak sebelum ramadhan. Mereka hanya bersalam-salaman mohon maaf dan langsung pamitan bergeser ke tempat lain, itu semua dilakukan agar silaturahmi bisa tuntas dalam waktu setengah hari, sehingga mereka bisa melanjutkan lagi buat lontong, lepet dan ketupatnya.
Keadaan ini sebagian menyebutnya dengan istilah “prepekan”, atau “mremo”, artinya masa di mana permintaan barang meningkat, harga juga meningkat, situasi seperti ini biasanya belanjut hingga lebaran ketupat (hari raya ketujuh), dan setelah itu harga dan kebutuhan masyarakatpun mulai kembali normal seperti biasa.
Pelajran yang bisa diambil dari kondisi di atas adalah, kerja keras mereka untuk mencari nafkah dan tidak bermalas-malasan, tapi mereka tetap berpuasa dengan baik, dan tidak melupakan pentingnya silaturrahmi, mereka bisa bangun jam berapapun sesuai yang di inginkan. Ada yang berangkat ke pasar mulai jm: 00. 30, ada yang jam 02.00 atau ada yang jam 03.00 saat umumnya orang sedang tidur nyenyak.M
Mereka bisa melakukan itu demi kelancaran dagangannya, pelanggan dimungkinkan akan berpindah ke yang lain, jika kedatangannya tidak bisa istiqomah dan tepat waktu. Pertanyaannya adalah bagaimana saat kita mendengar panggilan dari Allah SWT, untuk shalat lima waktu, terutama panggilan shalat shubuh, sementara rizki dari-Nya terus mengalir kepada kita dan keluarga ?.
Demikian, tulisan singkat ini, semoga bermanfaat bagi penulis dan pembaca, semoga Idul Fitri tahun ini 1444 H, membawa keberkahan bagi kita dan keluarga dalam kehidupan se hari-hari, dan semoga bisa bertemu dengan ramadhan tahun depan 1445 H. Aamin yra. (*)