Oleh Djoko Tetuko Abdul Latif
Tidak dipungkiri bahwa meraih kemenangan, kemudian dalam waktu sekejab merasa kehilangan (berbagai ibadah yang khusus hanya di bulan Ramadan), merupakan sesuatu yang tidak mudah dilakukan setiap insan manusia. Apalagi hawa nafsu selalu berkecamuk untuk melampiaskan berbagai dendam kusumat. Juga keras menang karena sudah tidak terkukung dalam kewajiban dan kewajiban.
“Kebebasan” tidak berpuasa wajib, dalam hitungan jari sebentar lagi umat Islam (yang beriman) setelah sukses menjalankan ibadah puasa wajib di bulan suci Ramadan sebulan penuh, akan dibebaskan karena (memang) tidak ada perintah.
Hanya saja apakah setelah beribadah lebih baik, bahkan dengan senang hati berlomba lomba (tanpa riya juga iri dengki). Apakah
setelah mengisi dengan berbagai ibadah wajib seperti zakat fitrah, zakat mal (jika sampai batas tertentu), infak dan sadaqoh, sholat malam, memberi makan atau minum saat berbuka, memberi berbagai santunan, juga memberi berbagai bantuan ibadah. Ibarat ibadah itu menenun dengan benang-benang kebaikan, sehinggalah menjadi kain atau sarung secara sempurna. Apakah setelah hilang atau tidak ada, tidak merasa kehilangan atau justru semakin senang karena tidak ada beban.
Padahal, ketika sukses menenun ibadah, maka kewajiban kita semua, setelah benar-benar Idul Fitri (kembali ke fitrah) adalah kecerdasan menjaga kefitrahan (kesucian). Bahkan tidak berlebihan terus menerus memohon kepada Sang Pencipta untuk dijaga dan ditetapkan iman, Islam, Ikhsan, (dengan) ilmu, dan (beramal secara) ikhlas, dengan amal sholeh serta selalu bertindak dengan akhlaqul karimah.
Kunci 5S dan 2A (iman, Islam, ikhsan, ilmu, dan ikhlas serta amal sholeh juga akhlak mulia/budi pekerti luhur). Merupakan modal menenun secara terus menerus supaya menghasilkan kain tenun atau sarung tenun nuansa ibadah bermutu. Kualitas hasil tenunan inilah ibarat manusia kembali ke fitrah.
Sebagaimana Baginda Nabi Muhammad Shollalllohu Alaihi Wassalam bersabda bahwa setiap manusia terlahir dalam keadaan fitrah (kullu mauludin yuladu ‘alal fithrati … ). Disinilah letak perbedaan bahwa ketika manusia baru dilahirkan sesuai dengan fitrah pada saat janin dimasukkan ruh, maka jawaban selalu diucapkan siap sebagai pengabdi dan menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Pengabdian dan kesiapan manusia menyembah kepada Allah SWT sebagaimana firmanNya pada Surah Az Zariyat ayat 56. “wa maa khalaqtul jinna wal insa illaa liya’buduun” (Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku)
Kandungan atau pesan pada firman Allah yang terdapat di dalam Surah Az Zariyat di atas antara lain adalah
Salah satu tujuan Allah menciptakan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Demikian juga salah satu tujuan Allah menciptakan jin adalah untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Tentu saja tidak mudah (bagi hamba Allah yang tidak diberi rahmat dan ridloNya), tetapi tentu saja juga tidak kesulitan bahkan semakin mendapat kemudahan-kemudahan (bagi hamba Allah yang senantiasa diliputi ras syukur, sehat, semangat, selamat, sukses dan sabar oleh Sang Maha Pencipta)