Ramadhan sebagai “bengkel hati” harus bisa melakukan terobosan fundamental, baik dalam memahami ajaran agama maupun dalam manajemen pengelolaan amal-amal sosial. Dalam konteks ini, merekonstruksi kembali sikap dan pola kehidupan kita pasca pencerahan jiwa di bulan Ramadhan, menjadi penting untuk dilakukan. Sebagaimana dalam kehidupan beragama yang selalu bersentuhan dengan dua kesadaran, yakni kesadaran spiritual dan kesadaran rasional.
Ramadhan, bukan berarti sekedar menumpuk pahala dengan tadarus Al-Qur’an sepanjang hari mulai pagi, siang dan malam, menyantuni orang-orang fakir, miskin, dan anak yatim, shalat sepanjang malam. Menjauhkan diri dari cara berpikir kekanak-kanakan terhadap puasa yang memandang semua setan ditangkap, dibelenggu saat bulan ramadhan tiba. Akan tetapi Ramadhan sebagai “bengkel hati” artinya adalah merupakan suatu sarana yang selalu Allah berikan kepada seorang mukmin setiap tahunnya, jika ia mampu memanfaatkan dengan baik, bukan tidak mungkin ia akan menjadi kupu-kupu yang indah dan menawan.
Di bulan ini kita dilatih dengan berbagai pelatihan yang sangat mendukung agar menjadi pribadi yang baik nan menawan, menjadi pribadi yang beruntung, bertakwa, serta menjadi pribadi yang bersih dan cemerlang baik dzahir maupun bathin. Hal demikian setidaknya sesuai dengan mutiara kata Syaikh Ibnu ‘Athaillah Al-Sakandari mengatakan dalam kitabnya Al-Hikam: وشروق الأنوار على صفاء الأسرار
Yang artinya “pancaran cahaya hati seseorang, tergantung pada kebeningan hatinya”.
Jika hati seseorang sudah sampai pada maqom ini, Imam Al-Syibli, mengatakan sbb;
لو ذقتم حلاوة الوصلة لعرفتم مرارة القطيعة
Artinya: “Jika kalian sudah bisa merasakan indahnya kedekatan dengan Allah, maka kalian bisa merasakan paitnya jauh dari-Nya” (Syarah Nashaihul ‘Ibad, Muhammad Nawawi bin Umar Al-Jawi :8).
Menjalankan ibadah puasa sehari penuh tidak selalu mulus, sering kali diwarnai godaan dari dalam diri maupun dari luar, bila berhasil melalui puasa dengan lancar, rasanya sangat puas, seperti kita telah berhasil menyelesaikan sebuah misi tertentu. Apalagi sukses puasa sebulan, pasti hati merasa senang bukan kepalang. Karena perasaan senang tersebut, suasana hati kita bisa berubah, dari yang tadinya bad mood (suasana hati buruk) menjadi good mood (suasana hati yang baik), yang pasti bulan Ramadhan sebagai momen gerakan perbaikan (harakatul ishlah).
Membuka pintu-pintu hidayah dan menebar kasih sayang bagi sesama sampai terwujud perubahan esensial dan positif dalam berbagai sendi kehidupan. Ramadhan merupakan momentum tahunan terbesar untuk segala jenis kebaikan, sehingga kebaikan itulah yang dominan atas keburukan, Ramadhan juga memiliki daya gerak vertikal-transendental, sebagaimana Firman Allah, yang artinya “Ya Allah berikanlah kepada kami kebaikan di dudnia, berikan pula kebaikan di akhirat dan lindungi kami dari siksa neraka” (QS: Al-Bakoroh: 201). (*)