Oleh : Muhammad Najihul Huda, S.Pd., M.Pd (Dosen Fakultas Agama Islam, Universitas Darul ‘Ulum Jombang)
Puasa merupakan ibadah yang sangat istimewa, karena pemberian pahalanya langsung ditentukan oleh Allah SWT. Sebagaimana hadits qudsi :
sallallahu’alaihi wa sallalm bersabda:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ ، إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
“Setiap satu kebaikan anak adam akan dibalas dengan sepuluh kali kebaikan yang semisal dengannya hingga tujuh ratus kali lipat kecuali puasa. Karena sesungguhnya puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang akab membalasnya”. (HR. Muslim)
Dari hadits qudsi tersebut selayaknya menjadi pemicu semangat umat muslim untuk melaksanakan ibadah puasa.
Dalam pelaksanaan puasa ramadhan telah banyak dijelaskan tentang syarat, rukun dan hal yang membatalkan. Salah satu hal yang harus diperhatikan adalah pelaksanaan niat puasa. Aturan niat puasa dilakukan setelah shalat isya hingga waktu imsak. Jika tidak mengucapkan niat didalam waktu tersebut maka puasa kita tidak sah.
Selain memperhatikan syarat dan rukun puasa, umat muslim selayaknya juga harus memperhatikan hal yang membatalkan ibadah dan pahala puasa. Supaya ibadah puasa yang dilaksanakan tidak sekedar mendapatkan kondisi tubuh lapar dan haus, seperti hadits kanjeng Nabi Muhammad SAW. :
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ اِلَّا الْجُوْعُ وَالْعَطَشُ
Artinya: Betapa banyak orang yang berpuasa tapi tidak mendapat secuil apapun dari puasanya kecuali hanya lapar dan haus. (Imam al-Ghazali, Bidayatu-l Hidayah, bab Adabu-sh Shiyam)