Ali menambahkan, keadilan restoratif ini menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan keseimbangan perlindungan serta kepentingan korban maupun pelaku tindak pidana. Diman hal itu tidak berorientasi pada pembalasan serta sebuah mekanisme yang harus dibangun dalam pelaksanaan kewenangan penuntutan dan pembaharuan sistem peradilan pidana.
Dalam pelaksanaan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, lanjut Ali, Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus mampu mewujudkan adanya kepastian hukum. Serta ketertiban hukum, keadilan dan kemanfaatan dengan menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum, serta keadilan yang hidup dalam masyarakat.
“Sejak Januari 2023 sampai tanggal 17 Maret 2023, Kejari Surabaya telah menghentikan perkara pidana umum berdasarkan keadilan restoratif sebanyak 14 (empat belas) perkara. Pada minggu depan terdapat 12 (dua belas) perkara yang berpotensi dapat dihentikan melalui RJ melalui upaya mediasi oleh Jaksa selaku Fasilitator,” bebernya.
Masih kata Ali, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini, hanya berlaku satu kali saja. Sehingga pengulangan tindak pidana atau pelaku yang sudah pernah dihukum tidak dapat dihentikan perkaranya dengan mekanisme RJ.
“Kami berharap dengan dihentikannya perkara pidana melalui RJ, tersangka dapat bertaubat dan dapat menjalani kehidupan bermasyarakat tanpa adanya label atau stigmatisasi sebagai terpidana,” pungkasnya. (uud)