KUHP Baru Tantangan dalam Mengubah Mindset Masyarakat

KUHP Baru Tantangan dalam Mengubah Mindset Masyarakat
Kehadiran Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) nasional sebagai panduan bagi para aparat penegak hukum (APH), menimbulkan sejumlah tantangan baru. Tantangan ini terutama dalam hal mengubah pola pikir (mindset) masyarakat Indonesia, utamanya APH, tentang bagaimana memperlakukan hukum pidana.

YOGYAKARTA (WartaTransparansi.com) – Kehadiran Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) nasional sebagai panduan bagi para aparat penegak hukum (APH), menimbulkan sejumlah tantangan baru. Tantangan ini terutama dalam hal mengubah pola pikir (mindset) masyarakat Indonesia, utamanya APH, tentang bagaimana memperlakukan hukum pidana.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, KUHP baru ini tidak dibuat dengan mengedepankan hukum pidana sebagai lex talionis atau sebagai sarana balas dendam.

“Apa maksudnya? Yang ada di benak kita semua, ketika kita berhadapan dengan hukum pidana, ketika kita berhadapan dengan masalah hukum, katakanlah mungkin barang kita dicuri, kita ditipu, atau barang kita digelapkan, maka biasanya yang ada di dalam benak korban kejahatan, agar pelakunya segera ditangkap, ditahan, dan dihukum seberat-beratnya,” kata pria disapa Eddy ini saat keynote speech sekaligus membuka rangkaian kegiatan Kumham Goes to Campus 2023 Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (10/3/2023).

Eddy menyatakan, jika kita masih memiliki mindset seperti itu, artinya kita masih mengedepankan dan mempergunakan hukum pidana sebagai sarana balas dendam (lex talionis).

“Padahal orientasi hukum pidana tidak lagi sebagai sarana balas dendam. Jadi perubahan mindset kita, dan perubahan mindset APH ini adalah tantangan terbesar (dalam menyosialisasikan KUHP baru),” ujarnya di Grha Sabha Pramana Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

Dalam masa tiga tahun sosialisasi KUHP ini, kata Eddy, akan dilakukan sosialisasi utamanya kepada APH agar ada kesamaan parameter, kesamaan standar, kesamaan ukuran, dalam menerjemahkan, dalam menafsirkan pasal demi pasal yang ada di dalam KUHP.

“Ini semata-mata untuk mencegah jangan sampai terjadi disparitas penegakan hukum antara satu daerah dengan daerah lain, antara satu penegak hukum dengan penegak hukum lain,” ucap Eddy. “Sehingga sasaran sosialisasi itu, selain kepada seluruh masyarakat Indonesia, tetapi yang paling pertama dan utama adalah kepada APH,” lanjutnya.