“Tidak sedikit yang menghujat, menghina, dan mencaci maki berdalih sebagai bentuk kritik. Parahnya lagi, komentar negatif tersebut dilakukan demi mendapatkan like, terlihat keren, atau mengikuti tren, tanpa mengetahui apa yang terjadi dan inti permasalahannya,” imbuhnya.
Maka dari itu, Khofifah menyampaikan bahwa perang melawan ujaran kebencian dan perundungan adalah sebuah pekerjaan besar bersama. Masyarakat, harus terus diedukasi bagaimana cara menggunakan media sosial dengan bijak.
Termasuk bagaimana cara bersosialisasi dan berkomunikasi dengan individu dan kelompok lain sehingga potensi konflik bisa diredam. Selain itu, tambah Khofifah, literasi digital masyarakat juga perlu ditingkatkan agar tidak tersandung UU ITE.
“Literasi digital bukan sebatas kemampuan untuk mengoperasikan suatu teknologi pada kehidupan sehari-hari. Tetapi para pengguna juga dituntut untuk bisa bertanggung jawab ketika menggunakannya,” tuturnya.
Kendati begitu, Khofifah mengatakan, bukan berarti masyarakat tak lagi bebas untuk berpendapat atau berekspresi. Hanya saja, perlu ada batasan-batasan untuk bebas mengeluarkan pendapatnya. Gubernur Khofifah optimis keterlibatan akademisi dan praktisi komunikasi dapat meningkatkan toleransi dan moderasi yang akan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. (*)