“Dulu itu ada rubrik mengenai ajaran-ajaran Bung Karno (yang diterjemahkan ke bahasa Jawa), saya paling suka itu,” kata Muhadjir.
Lantas dia menanyakan apakah ada bundel majalah PS tahun 1960-an. Kebetulan Karena PS punya bundel sejak 1937 sampai 2022.
Ia kemudian mencari rubrik tentang ajaran Bung Karno yang pernah dibacanya saat masih anak-anak. Saat rubrik yang dicari ditemukan Muhadjir bilang, “Nah bener kan. Ya iki sing biyen tak waca. (Nah, benar kan. Ya ini dulu yang saya baca),” katanya.
Berkat sering membaca Panjebar Semangat itulah, kata Muhadjir, ia lancar berkomunikasi dengan bahasa Jawa, baik ngoko maupun krama inggil. Sehingga, menurutnya, sedikit banyak Panjebar Semangat mempengaruhi pembentukan karakternya.
Muhadjir pun langsung menyatakan berlangganan tiga eksemplar tiap minggu selama dua tahun. Bahkan biaya langganan dan ongkos kirim itu ia bayar di muka. “Nanti kirimkan langsung ke kantor saya (Kemenko PMK),” kata dia.
Tak hanya berlangganan, Muhadjir juga menyerahkan bantuan untuk operasional majalah. Ia berharap majalah yang didirikan Dr Soetomo, pahlawan nasional pendiri Boedi Oetomo itu bisa terus terbit. “Regenerasi pembaca penting untuk kelangsungan hidup majalah ini,” ujar Muhadjir.(ana/min)