JAKARTA (WartaTransparansi.com) – Kurikulum Merdeka menjadi salah satu program Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk mengatasi ketertinggalan dan hilangnya pembelajaran (learning loss) di Indonesia. Program tersebut mendapat sorotan Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI).
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim menyampaikan, penyederhanaan kurikulum darurat dinilai efektif memitigasi ketertinggalan pembelajaran pada masa pandemi Covid-19.
Arah perubahan kurikulum yang termuat dalam Merdeka Belajar Episode 15 ini, kata Nadiem saat peluncuran Merdeka Belajar Episode 15, Jumat (11/2/2022), adalah struktur kurikulum yang lebih fleksibel, fokus pada materi yang esensial.
“Ini memberikan keleluasan bagi guru menggunakan berbagai perangkat ajar sesuai kebutuhan dan karakteristik peserta didik, serta aplikasi yang menyediakan berbagai referensi bagi guru untuk terus mengembangkan praktik mengajar secara mandiri dan berbagi praktik baik,” katanya dikutip Sabtu, (12/2/2022).
Selain itu, berdasarkan survei terhadap beberapa sekolah penggerak yang telah menerapkan Kurikulum Merdeka, para guru memberikan respon positif dengan adanya perubahan kurikulum tersebut.
Dalam peluncuran tersebut, Joko Prasetyo, salah satu guru di SMP Negeri 2 Temanggung, Jawa Tengah, telah menemukan paradigma baru dari Kurikulum Merdeka.
Menurutnya, selama ini para guru merasa terbelenggu dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang harus dicapai setiap siswa. Akan tetapi, pada Kurikulum Merdeka, guru lebih menghargai proses belajar dan capaian siswa.
“Dengan begitu kami para guru dapat lebih fleksibel dalam memberikan pembelajaran dan berkreasi semaksimal mungkin,” ujarnya.