Emil Dardak mengakui tidak mudah untuk memulai membuat rekomendasi berdasarkan data di lapangan. Tapi dengan adanya kemajuan teknologi di era ini, hal tersebut bisa dilakukan.
“Belajar dari perusahaan besar yang datanya bisa lebih precise, sebenarnya semua orang bisa melakukan itu dengan akses internet yang tidak terbatas sekarang ini. Lagipula, data muncul bukan karena kita pintar. Tapi memang orang-orang menyumbangkan sendiri data mereka, entah melalui postingan sosial media ataupun histori hiburan yang biasanya mereka cari di YouTube atau platform lain,” jelasnya.
Selain itu, Emil mengatakan bahwa Indonesia telah memiliki anak-anak muda bertalenta yang dapat diajak bersinergi.
“Kita sudah punya talenta-talenta hebat yang dapat melakukan analis data seperti anak-anak muda yang jadi peserta di Camp Booth ini. Selanjutnya dari rekomendasi mereka, jika pelaku usaha butuh desain produk menarik, akan ada anak muda lainnya yang bisa mendesainkan. Kalau butuh foto produk untuk promosi, pasti ada lagi yang bisa diajak kerjasama,” ungkapnya.
Fenomena ini, terang Emil, jelas sangat kontras dengan keadaan dulu. Di mana, market usaha didominasi oleh perusahaan raksasa dunia dengan iklan TV ber-budget besar dan produksi massal.
“Tapi sekarang kan tidak perlu. Kita bisa produksi hanya sesuai dengan permintaan konsumen. Bahkan kalau ingin menyewa influencer, tidak perlu yang sangat terkenal. Cukup micro influencer yang followers-nya 1000 atau 2000, tapi punya pengikut yang loyal,” tuturnya. (guh)