Penguatan SDM Kelautan dan Optimalisasi Wisata Bahari Indonesia
Menurut Rafik, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) juga dinilai kurang memperhatikan pembangunan sumber daya manusia (SDM) di bidang perhubungan kelautan. Dahulu kata Rafik, kita memiliki Sekolah Pelayaran warisan Soekarno, baik Akademi Ilmu Pelayaran Ancol atau sekarang Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran di Marunda.
“Untuk itu dibutuhkan SDM-SDM unggul di bidang maritim, agar Indonesia terwujud menjadi Poros Maritim Dunia. Meningkatkan ekonomi maritim menjadi salah satu goal yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia,” tegasnya.
Katanya juga, peningkatan kelautan bisa tercapai apabila penguatan industri bahari dan ekplorasi potensi wisata bahari dimaksimalkan. Keanekaragaman hayati laut yang tinggi, pesisir laut yang ideal dan strategis, serta iklim tropis yang hangat. Bahkan, adanya matahari bersinar tiap hari bisa menjadi branding mahal bagi para wisatawan (baik lokal maupun asing) agar mengunjungi wisata bahari di nusantara ini.
“Faktanya saat ini, meskipun sudah memiliki ribuan pulau dengan sumber daya alam bahari yang indah, tidak menjamin sebuah negara untuk mendapat keuntungan banyak dari bisnis pariwisata maritim. Jika dalam pengelolaan industri bahari dan wisata bahari tidak ditingkatkan,” ungkapnya.
Buktinya kata Rafik, di sektor wisata Indonesia hanya dapat menyumbang devisa negara sebesar 10 persen atau setara dengan US$1 miliar. Padahal ini kalah dengan negara Malaysia yang meraih 40 persen devisa atau senilai US$8 miliar.
“Kekayaan alam bawah laut Indonesia cukup mumpuni jika dibandingkan dengan Malaysia, Singapura, atau pun negara Asia Tenggara yang lain. Apalagi Indonesia ada 33 destinasi utama penyelaman dengan lebih dari 400 operator. Sedangkan Malaysia cuma. Ada 11 destinasi dan sekitar 130 operator,” herannya.
Untuk itu kata Rafik, agar target hasil pembangunan (kinerja) pariwisata bahari Indonesia bisa optimal, kinerja Kemenperaf, Kemenhub dan KKP harus bisa sinergi. Supaya pariwisata bahari Indonesia jauh lebih meningkat daripada negara-negara tetangga, dengan potensi yang lebih kecil, seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand.
“Ketimpangan potensi wisata bahari yang seharusnya menjadi peluang dan menghasilkan pundi-pundi rupiah daripada negara-negara tetangga. Untunk itu problematika ini harus dihadapi dengan proses pembenahan, pengembangan dan pengelolaan wisata bahari agar lebih baik,” pungkas Korwil DPD Bapera Sumatera Barat ini. (red)
Penulis: RB. Syafrudin Budiman SIP