Tajuk  

Pendidikan Literasi dan Pembelajaran Khas Pesantren

Oleh : Djoko Tetuko, Pemimpin Redaksi Wartatransparansi

Pendidikan Literasi dan Pembelajaran Khas Pesantren
H. Djoko Tetuko Abdul Latief

Waraqah menjawab, “Ya, tidak sekali-kali ada seseorang lelaki yang mendatangkan hal seperti apa yang engkau sampaikan, melainkan ia pasti dimusuhi. Dan jika aku dapat menjumpai harimu itu, maka aku akan menolongmu dengan pertolongan yang sekuat-kuatnya.”

Tidak lama kemudian Waraqah wafat, dan wahyu pun terhenti untuk sementara waktu hingga Rasulullah SAW merasa sangat sedih.

Menurut berita yang sampai kepada kami, karena kesedihannya yang sangat, maka berulang kali ia mencoba untuk menjatuhkan dirinya dari puncak bukit yang tinggi. Akan tetapi, setiap kali beliau sampai di puncak bukit untuk menjatuhkan dirinya dari atasnya, maka Jibril menampakkan dirinya dan berkata kepadanya, “Hai Muhammad, sesungguhnya engkau adalah utusan Allah yang sebenarnya,” maka tenanglah hati beliau karena berita itu, lalu kembali pulang ke rumah keluarganya.

Dan manakala wahyu datang terlambat lagi, maka beliau berangkat untuk melakukan hal yang sama. Tetapi bila telah sampai di puncak bukit, kembali Malaikat Jibril menampakkan diri kepadanya dan mengatakan kepadanya hal yang sama.

Hadis ini diketengahkan di dalam kitab Sahihain melalui Az-Zuhri; dan kami telah membicarakan tentang hadis ini ditinjau dari segi sanad, matan, dan maknanya pada permulaan kitab syarah kami, yaitu Syarah Bukhari dengan pembahasan yang lengkap.

Mula-mula wahyu Al-Quran yang diturunkan adalah ayat-ayat ini yang mulia lagi diberkati, ayat-ayat ini merupakan permulaan rahmat yang diturunkan oleh Allah karena kasih sayang kepada hamba-hamba-Nya, dan merupakan nikmat yang mula-mula diberikan oleh Allah kepada mereka.

Di dalam surat ini terkandung peringatan yang menggugah manusia kepada asal mula penciptaan manusia, yaitu dari alaqah. Dan bahwa di antara kemurahan Allah Subhanahu wa ta’ala (SWT). ialah Dia telah mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Hal ini berarti Allah telah memuliakan dan menghormati manusia dengan ilmu.

Dan ilmu merupakan bobot tersendiri yang membedakan antara Abul Basyar (Adam) dengan malaikat. Ilmu itu adakalanya berada di hati, adakalanya berada di lisan, adakalanya pula berada di dalam tulisan tangan.

Berarti ilmu itu mencakup tiga aspek, yaitu di hati, di lisan, dan di tulisan. Sedangkan yang di tulisan membuktikan adanya penguasaan pada kedua aspek lainnya, tetapi tidak sebaliknya. Karena itulah disebutkan dalam firman-Nya:

Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Al-Alaq: 3-5)

Di dalam sebuah atsar (jejak dalam keilmuan), disebutkan, “Ikatlah ilmu dengan tulisan.” Dan masih disebutkan pula d
bahwa “barang siapa yang mengamalkan ilmu yang dikuasainya, maka Allah akan memberikan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya”.

Budaya literasi dan numerasi di pondok pesantren (Ponpes) adalah proses pembiasaan membaca dan menulis di lingkungan pesantren. Budaya literasi tersebut merupakan perintah Al-Qur’an, sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-‘Alaq ayat 1-5.

Menurut Kern (2001, 23) terdapat tujuh prinsip pendidikan literasi, yaitu,(1) literasi melibatkan interpretasi Penulis/ pembicara, (2), pembaca/ pendengar berpartisipasi, (3), dalam tindak interpretasi,(4). melibatkan kolaborasi. (5). melibatkan konvensi. (6) melibatkan pengetahuan, (7) berbudaya (akhlak)

Literasi dan Numerasi akan menjadi komponen utama dalam Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)

Konsep Asesmen Kompetensi Minimum merupakan asesmen untuk mengukur kemampuan minimal yang dibutuhkan peserta didik.

Kemampuan minimal tersebut terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter.

Assesmen Kompetensi Minimum dilaksanakan tidak lagi berdasarkan atas penguasaan materi kurikulum seperti yang selama ini diterapkan dalam kurikulum dan ujian nasional.

Asesmen tersebut tidak dilakukan berdasarkan mata pelajaran atau penguasaan materi kurikulum seperti yang selama ini diterapkan dalam ujian nasional,
melainkan melakukan pemetaan terhadap dua kompetensi minimum siswa, yakni dalam hal literasi dan numerasi.

Asesmen kompetensi pengganti UN akan dirancang untuk memberi dorongan lebih kuat ke arah pembelajaran yang inovatif dan berorientasi pada pengembangan penalaran, bukan hafalan.

Literasi dan numerasi adalah kompetensi yang sifatnya general dan mendasar. Dimana literasi dan numerasi terkait dengan kemampuan berpikir tentang, dan dengan, bahasa serta perhitungan yang diperlukan dalam berbagai konteks, baik personal, sosial, maupun profesional.

Pengertian literasi tidak hanya kemampuan membaca, tetapi kemampuan menganalisis suatu bacaan, dan memahami konsep di balik tulisan tersebut. Sedangkan kompetensi numerasi berarti kemampuan menganalisis menggunakan angka.

Dua hal tersebut yang akan menyederhanakan asesmen kompetensi minimal yang akan dimulai tahun 2021, sehingga bukan lagi berdasarkan mata pelajaran dan penguasaan materi.

Literasi dan numerisasi menjadi kompetensi minimum atau kompetensi dasar yang dibutuhkan peserta didik untuk bisa belajar.

Pelaksanaan asesmen tersebut akan dilakukan oleh peserta didik yang berada di tengah jenjang sekolah (misalnya kelas 4, 8, 11), sehingga dapat mendorong guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran.

Dengan dilakukan pada tengah jenjang, hasil asesmen bisa dimanfaatkan sekolah untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar peserta didik.

Ternyata praktik pembelajaran pesantren sejak zaman dahulu kala (baca, kuno) hingga era modern dengan berbasis internet, pembelajaran literasi dan numerisasi sudah mendarahdaging dalam berbagai proses pembelajaran di Ponpes dengan dasar pembelajaran wahyu surat Al-Alaq. Oleh karena itu, pembalajaran berbasis literasi dan numerisasi adalah potret pembelajaran pesantren.