Pada tahun 2050, menurut LaNyalla, sektor industri akan lebih mendominasi dibandingkan sektor lainnya sehingga pangsanya menjadi 42% pada skenario Bisnis Normal, 40% pada skenario Pembangunan Berkelanjutan dan 37% pada skenario Rendah Karbon.
“Oleh karena itu, setuju dengan analisa beberapa pakar ekonomi energi, jika Indonesia bisa memakai energi yang lebih murah sebagai pengganti BBM, maka dapat dihemat minimal Rp 100 triliun,” ucapnya.
Keempat, belum optimalnya komitmen Indonesia untuk mengembangkan Energi Baru Terbarukan (EBT) membuat ketahanan energi nasional semakin rentan. Padahal Indonesia adalah Negara yang memiliki kekayaan sumber-sumber EBT. Hanya saja pengembangan EBT terkesan sporadis dan tergantung kepada kepentingan politik sesaat.
“Perlu upaya sungguh-sungguh dan sistematis untuk memperbaiki keadaan ini. Agar Indonesia mempunyai ketahanan energi yang bagus,” lanjutnya.
Untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus bertambah LaNyalla menyarankan penggunaan semua energi alternatif yang feasible dan proven harus dilakukan, seperti energi Geothermal dan Hidro.
“Sementara energi Surya, Angin dan Gelombang Laut yang memiliki potensi besar juga harus mulai dieksploitasi,” tukasnya.
Dalam FGD ini, LaNyalla turut didampingi Anggota Komite III DPD RI Maya Rumantir, Ketua BKSP DPD RI Gusti Farid Hasan Aman, serta tiga senator Dapil Kalbar yakni Erlinawati, Maria Goreti, dan Sukiryanto.
Rombongan DPD diterima langsung oleh Rektor IAIN Pontianak Dr. H. Syarif, S.Ag., MA.
FGD juga dihadiri Gubernur Kalbar, Sutarmidji yang menjadi salah satu narasumber. Selain itu juga ada Wakapolda Kalbar Brigjen Pol Asep Safrudin dan Kasdam XII/Tanjungpura, Brigjen TNI Jaka Budhi Utama.
Dua pembicara lain dalam FGD adalah Peneliti Ahli Utama BATAN, Prof.Ir. Yohannes Sardjono dan Rektor Universitas Tanjung Pura Prof. Dr. Garuda Wiko, S.H., M.Si. Kegiatan FGD dilakukan secara langsung dan daring dengan protokol kesehatan yang ketat.
Rektor IAIN Pontianak Dr. H. Syarif, menyatakan kampus yang dipimpinnya sedang berusaha beralih status menjadi Universitas Islam Negeri (UIN). Saat ini, IAIN sedang mempersiapkan persyaratan yang dibutuhkan.
Gubernur Kalbar pun meminta agar DPD RI bisa membantu menjembatani kepada pemerintah supaya proses alih status cepat selesai.
“Silakan diajukan ke kami. Di Kalbar ada Bu Erlina di Komite III, nanti saya akan berjuang untuk disampaikan ke presiden. Asal lengkap dan siap (persyaratan), Insya Allah. Kemarin kita ajukan 9 IAIN menjadi UIN, 6 sudah keluar, yang 3 sedang dalam proses karena ada persyaratan yang perlu diperbaiki,” papar LaNyalla. (*)