Pendidikan agar hati selalu mau menyebut nama Allah diperlukan perjuangan panjang dan berat. Perjuangan panjang karena latihannya sejak ada di bumi ini dan batas akhirnya sampai akhirat. Perjuangan berat lain karena akal dan hati sering bertentangan. Belum lagi, melawan godaan iblis yang tidak nampak.
Tetapi, tenanglah, ada salah satu cara agar lahir batin mau memulai menyebut nama Allah atau memuji Allah. Kuncinya adalah ingat mati, takuti diri dengan kata-kata kamu pasti mati. Wahai diri! Kamu mau apa saja ayo, tapi ingat! Kamu pasti mati. Wahai diri! Silahkan cintai apapun di dunia ini tapi ingat!
Kamu pasti akan pisah. Wahai diri! Berbuatlah apa saja di dunia ini, tapi ingat! Semua ada hisabnya( Q69:20). Ayo diri, sesudah idul fitri ini kebaikan apa yang bisa ditambah. Ketika takbiran habis waktunya, Ketika puasa-puasa lain tidak kuat, mau tarawih tidak mungkin. Ayolah diri! Mulailah selalu mengucap Alhamdulillah sebagai tambahan modal menghadap Allah.
Alhamdulillah Ihlas Lahir Batin
Salah satu keunggulan Alhamdulillah adalah menjadi ayat pembuka di surat al-Fatiha. Tiga puluh jus dalam Qur’an sarinya diringkas menjadi hanya dalam tujuh ayat Fatiha. Betapa istimewa, tatkala ada yang membaca al-Fatihah bacaan dari ayat pertama akan dijawab langusng oleh Allah swt.
Keterangan ini dijelaskan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Muslim dari Abu Hurairah ra. Bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Allah berfirman, Aku membagi salat antara diri-Ku dan hamba-Ku menjadi dua. Untuk hamba-Ku apa yang dia minta.”
Apabila hamba-Ku membaca, “Alhamdulillahi rabbil ‘alamin.” Maka Allah ta’ala berfirman, “Hamba-Ku memuji-Ku.”
Apabila hamba-Ku membaca, “Ar-rahmanir Rahiim.” Maka Allah ta’ala berfirman, “Hamba-Ku mengulangi pujian untuk-Ku.”
Apabila hamba-Ku membaca, “Maaliki yaumid diin.” Maka dijawab, “Hamba-Ku mengagungkan-Ku.” Dalam riwayat lain, Allah berfirman, “Hamba-Ku telah menyerahkan urusannya kepada-Ku.”
Apabila hamba-Ku membaca, “Iyyaka na’budu wa iyyaaka nasta’in.” Allah ta’ala berfirman, “Ini antara diri-Ku dan hamba-Ku dan untuk hamba-Ku sesuai apa yang dia minta.”
Apabila hamba-Ku membaca, “Ihdinas-Shirathal mustaqiim dan seterusnya, sampai akhir surat.” Maka Allah ta’ala berfirman, “Ini milik hamba-Ku dan untuk hamba-Ku sesuai yang dia minta.” (HR. Imam Ahmad dan Imam Muslim).
Mari kita ambil satu ayat saja untuk kita terapkan lahir batin dalam kehidupan kita. Memuji Allah tanpa meminta apapun, karena Allah tentu tahu apa yang kita batin didalam lubuk latifatul qalbu, tidak usah mengeluh meski kita sesungguhnya diciptakan sebagai manusia yang pandai mengeluh lagi kikir (Q70:19).
Seyogyanya membaca Alhamdulillah, tidak perlu menunggu kita mendapat kenikmatan. Mungkin saja, selama ini kita hanya memuji setelah mendapat nikmat makan, nikmat minum dan kenikmatan lain. Padahal sejatinya sebelum makan tangan bisa bergerak, kaki bisa berjalan, lidah bisa mengecap, mata bisa memandang, mulut bisa buka tutup, pantat bisa dipakai duduk apa tidak patut kita syukuri dengan berucap Alhamdulillah.
Perlu kiranya setiap saat kita muhasabah merasakan apa yang terjadi, terutama pada diri sendiri, agar terlatih lahir batin menjadi banyak bersyukur Alhamdulillah.
Idul fitri tampaknya sudah selesai, Alhamdulillah. Masih menyisakan sesak dalam hati karena belum bisa membahagiakan keluarga, ya sudah, Alhamdulillah. Jangan pernah putus asa. Misal, punya pikiran, ternyata sebagai kepala keluarga tidak berhasil membahagiakan keluarga, rasanya malu tidak bisa membelikan apa-apa, padahal sudah ihtiar, ya sudah Alhamdulillah. Coba di angan-angan, Memang kalau ihtiar pasti berhasil, memang kalau usaha keras pasti sukses. Ketidaksuksesan dalam banyak hal adalah bukti bahwa kita manusia memiliki keterbatasan, kelemahan dan kekurangan. Ketika tidak sukses, ketika gagal, kita tetap harus bisa selalu Alhamdulillah. Kegagalan muaranya bisa jadi datangnya dari Allah. Tapi kekuatan kita menarik sampai ke sana memang banyak sekali tahapannya.
Manusia cenderung tidak panjang angan sehingga tidak tahu apa hikmah dibalik kegagalan yang dialami. Misal sakit, sebagai contoh, ketika seseorang di uji sakit. Sadarkah, ternyata dengan sakitnya itu orang lain ada yang bersyukur, entah terucap atau tidak. Penjual obat, tukang pijat, dokter, bahkan rumah sakit. Belum lagi kalau mau panjang angan, bukankah sakit, sedih, musibah dapat menghapus dosa jika seseorang bisa menerima dengan hati ihlas. Alhamdulillah
Khotimah
Idul fitri tampak sudah lewat dan selesai. Tetapi, hakekatnya tidak benar-benar selesai. Karena idul fitri yang sesungguhnya adalah diri kita kembali ke akhirat yang saat ini sedang berjalan maju.
Ketika akhirat itu datang apa yang akan kita buat sangu, apa hanya modal puasa, tarawih, maleman, zakat, solat id yang sudah selesai. Bisa saja, karena semua itu meang modal dasar modal asli. Namun, Masih diperlukan sangu-sangu lain, yang mudah diamalkan. Amalan yang menumbuhkan keyakinan hebat di dalam hati. Sampai merasa tidak ada takut dan susah di dunia sampai akhirat.
Tatkala di rahim dunia ini sudah melatih diri, sesungguhnya di akhirat nanti kita sudah tidak bisa puasa, tarawih, maleman dan bermaafan. Maka, hakikatnya akhirat nanti itu ya sekarang ini, saat ini, di dunia ini.
Manusia yang gemar berucap Alhamdulillah di dunia ini. Ihlas (bahagia) menjalani perintah-Nya, suka cita menjauhi larangan-Nya. Berahlak bagus menerima takdir apapun dari-Nya dengan selalu mengucap Alhamdulillah.
Kemudian, apalagi yang perlu di sedihi dan susahi. Bahkan, seandainya susah karena banyak dosa dan sedih belum tobat ujungnya dimasukkan neraka, di neraka siapa yang melarang mengucap Alhamdulillah? (***)