banner 728x90

Alhamdulillah Meski Hanya Idul Fitri Mini

Kajian Ramadhan, Diasuh Univ. Darul Ulum Jombang (29)

Alhamdulillah Meski Hanya Idul Fitri Mini

Oleh Gus Mudjib Mustain. Dr. SH.MSi

(Dosen Pascasarjana Undar)

Idul fitri tahun ini kali kedua di tengah Pandemi Qof 19 yang belum tuntas. Banyak hal terjadi dalam kehidupan kita yang tidak selesai. Idul fitri akan berulang tahun depan dan selalu ada persoalan yang akan kita hadapi. Persoalan yang sekarang terjadi bisa terulang terjadi lagi.

Persoalan dalam kehidupan seolah tidak pernah berakhir, kejadian sedih atau bahagia silih berganti. Bahkan ada yang terus menerus di rundung duka. Seolah tidak pernah merasa bahagia.

Ada yang seolah nampak selalu bahagia. Padahal apa ada manusia yang selalu bahagia di dunia ini. Tentu saja ada, semua memang bisa terjadi dan begitulah isi dunia. Dunia merupakan tempat yang tidak langgeng, hanya sementara, anggap saja dunia ini adalah bulan puasa dan hari rayanya adalah akhirat. Kita sekarang memasuki idul fitri mini setelah satu bulan puasa.

Di Indonesia, idul fitri memiliki makna lumayan luas. Dari mudik, saling memberi hadiah, ziarah kubur, silaturahmi, bermaafan, baju baru, sandal baru, pintu rumah terbuka, kue terhidang, pemilik rumah ramah. Dan, seharusnya ada momen baru, makna baru setelah sampai di puncak idul fitri. Saat ini yang kita temui dan kita rasakan hanya idul fitri mini, nanti kita akan merasakan idul fitri yang lebih besar. Idul fitri maksi, lebaran besar adalah akhirat, di sana bisa bertemu surga, neraka atau bertemu Allah sebagai puncak kenikmatan, puncak lebaran, puncak idul fitri. Puncak pendakian akhir bagi semua orang taqwa dan berahlak.

Idul Fitri Kembali Berulang-ulang
Idul fitri merupakan puncak pengalaman hidup orang beriman yang beragama islam. Disebut puncak, setidaknya karena dibulan Ramadhan kita mulai mendaki dengan puasa, tarawih dan witir dua puluh tiga rokaat, tadarusan entah khatam berapa kali, maleman, zakat, beramal dan bersedekah. Puncaknya adalah lebaran, riyoyo, hari raya idul fitri.

Kata idul fitri bukan berasal dari Indonesia tapi dari Arab. Asal ungkapan Arab id fitr seakar dari kata awdah, awda-tun, adah atau adat-tun dan isti’adat-un. Semua kata-kata itu mengandung makna asal kembali atau terulang.

Perkataan Indonesia adat-istiadat berasal dari Arab adat-un wa isti’adatun yang berarti sesuatu yang selalu terulang dan diharapkan akan terus terulang. Hari raya diistilahkan sebagai id karena berulang-ulang berskala satu tahun.

Makna fitri satu akar dengan fitrah bermakna kejadian asal yang suci, secara kebahasaan, fitrah mempunyai pengertian sama dengan khilqoh, yaitu ‘ciptaan’ atau ‘penciptaan’, Allah Pencipta adalah al-Khaliq atau al-Fathir. Tetapi, secara peristilahan fitrah kemudian berarti penciptaan yang suci (Madjid, Nurcholish. 2000:128).

Dalam pengertian ini semua segi kehidupan misal makan, minum, tidur atau apa saja yang baik dan wajar, tidak berlebihan pada manusia adalah fitrah. Karena muasal dari semua adalah kebaikan dan kesucian yang berasal dari desain ciptaan Allah. Karena itu berbuka puasa adalah kembali makan dan minum sewajarnya. Karena memenuhi fitrah suci dan baik disebut ifthar.

Coba kita tarik ke belakang, pengertian idul fitri merupakan ajaran dasar agama, sesungguhnya manusia diciptakan Allah dalam fitrah kesucian. Sesuai dengan perjanjian di alam ruhani untuk mengakui dan menerima Allah Tuhan Yang Maha Esa. Dengan konsekwensi logis penuh ketaatan, penghormatan, berserah diri total pasrah yang sempurna Islam hanya kepada-Nya.

Artinya:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:

“Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” (Q 7:172).

Karena sudah melakukan perjanjian ruhani maka dengan idul fitri sejatinya manusia kembali memancarkan kebahagiaan luar biasa karena ‘berhasil kembali’ kepada Allah. Jalan berhasil kembali kepada Allah ini tidak selamanya selalu sesuai harapan dan terpenuhi.

Bisa saja salah dalam melakukan perjalanan mencari Allah. Manusia tidak akan kuasa menemukan dan menentukan sendiri sepenuhnya jalan menuju kembali menuju Allah. Tetap, selalu memerlukan bimbingan.

Tanpa disadari manusia, bimbingan ini bisa datang atau dicari melalui berbagai tahapan, jalan dan lama waktu.
Bayi sejak lahir itu membawa dorongan makan dan minum.

Tetapi jika ia menentukan sendiri apa yang hendak dimakan dan diminum, insyaallah ia tidak akan bertahan hidup. Mengapa? Karena pasti ia akan memilih makanan yang salah. Maka, orang tuanya, mendidik melakukan tarbiyah. Bertindak sebagai rabb bagi anak itu. Allah adalah rabb, juragan, bendoro, pendidik, pemelihara kita dalam seluruh kehidupan dulu, sekarang dan nanti.

Allah adalah Yang Maha Kuasa bagi mahluk yang ada di langit dan di bumi. Allah menciptakan manusia yang memiliki perjanjian ruhani suci dengan-Nya. Meski di sisi lain manusia itu sejatinya mahluk lemah. Tidak suka apa-apa yang memberatkan.

Artinya
“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu dan manusia dijadikan bersifat lemah (Q 4:28).”

Di antara kelemahan manusia adalah pandangannya cenderung pendek, tidak tahan lama untuk fokus ke masa depan. Manusia mudah tertarik kepada hal-hal sepintas yang menawarkan kesenangan padahal bisa jadi dalam jangka panjang menjadi bencana. Allah membekali hati nurani sebagai alat pendeteksi dini untuk memberi sinyal kepada manusia agar waspada tidak terjebak oleh hal-hal yang dapat menjerumuskan diri dalam dosa berhias kesenangan.

Meski lemah, banyak cobaan, banyak musibah banyak bala’ kita harus tetap fokus karena yang menentukan hidup bahagia atau tidak adalah diri kita sendiri. Jangan pernah membiarkan kelemahan diri semakin menggerogoti sehingga sampai mengalami kebangkrutan spiritual. Jika kita medapat bala’, musibah seolah-olah merasa diri yang paling susah. Padahal semua orang pasti memiliki kesusahan yang sama. Karena semua manusia pasti diberi ujian dari Allah.

Artinya:
Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun (Q 67:2).

Hidup dan Mati Tetap Ujian
Dahulu, saat dalam kandungan, lisan tidak bisa berucap, hidup apa mati tidak pernah tahu. Tidak dapat merasakan apa-apa. Hampir sembilan bulan sampai dilahirkan semua baik-baik saja. Kini, keadaan tidak sama. Kita di rahim yang lebih besar bernama bumi. Di rahim bumi mulai dapat merasakan apa yang terjadi.

Mulai bisa terasa apa sedih dan bahagia. Ada yang merasa biasa saja, ada yang merasa gundah ketika sedikit mendapat musibah. Bahkan ada yang merasakan susah sekali menjalani hidup, selalu merasa suntuk tak berujung.

Tetapi, sesungguhnya, di rahim bumi ini hanya ada dua hal mendasar yang menjadi beban pikiran manusia, yaitu takut dan susah. Takut tidak makan, takut jatuh miskin. Susah kalau tidak berhasil, susah kalau orang lain sukses. Perasaan takut dan susah ini sebenarnya tidak perlu terjadi karena Allah telah memerintahkan pada Malaikat untuk menyampaikan kepada ummat Muhammad yang mau menyebut nama Allah dan istiqomah di jamin tidak susah dan takut. Asal dijalankan sesuai takaran, petunjuk, tarbiah dari guru.

Anggap saja kita sakit mendapat resep dari dokter dengan aturan yang tertulis obat harus di minum tiga kali sehari. Resep harus ditebus ke apotik, ke tempat ahli meracik obat. Tidak boleh sembarangan membeli obat di tempat yang tidak terdaftar. Setelah obat di dapat harus di minum sesuai aturan yang tertera di petunjuk cara meminum obat. Tidak bisa hanya resepnya saja dibaca obat diminum tiga kali. Habis di baca dilipat lagi. Maka, kesembuhan tidak akan didapat.

Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.” (Q 41:30).

Dengan adanya tawaran resep menyebut nama Allah tidak akan takut dan susah. Berarti hidup di dunia ini akan selalu gembira? Bisa jadi, asal lahir batin ihlas menyebut nama Allah, karena hati yang ihlas itu dapat menghantar pada kekuatan diri, ketika mengalami kegagalan atau ketidaksuksesan. Karena sesungguhnya, ketika seseorang telah siap lahir batin susah, maka saat kesusahan datang jadi biasa saja. Manusia yang berharap setinggi langit terhadap sesuatu akan berhasil sesuai angannya, maka dia harus siap kecewa lebih dalam jika gagal. Lain dengan manusia yang tidak berharap terlalu tinggi terhadap sesuatu, maka ketika tidak berhasil ya biasa saja. Untuk menjadi biasa saja tentu tidak mudah, bahkan tidak mungkin kalau tidak ada yang mendidik.