Oleh : Oki Lukito
Komoditas udang menjadi salah satu andalan ekspor Indonesia sektor kelautan dan perikanan. Komoditas kelompok krustasea itu, diminati oleh negara seperti Amerika Serikat, Eropa dan Asia terutama Jepang.
Untuk mendukung pengembangan ekspor udang lebih komprehensif, berbagai upaya dilakukan termasuk menggenjot produksi udang dari berbagai jenis. Salah satunya jenis vaname (litopenaeus vannamei), primadona para pemilik sentra budidaya udang di Indonesia.
Untuk menggenjot produksi, teknologi yang digunakan semakin variatif seperti budidaya semi intensif, intesif bahkan supra intensif dengan kepadatan tebar mencapai 1000 ekor per meterkubik.
Sebelumnya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sukses mengembangkan teknologi Bioflok untuk semua jenis ikan budidaya air tawar maupun payau termasuk udang vanamei.
Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP) KKP pada akhir 2018 mengembangkan teknologi budidaya vaname ultra intensif.
Teknologi yang diberi nama Microbubble itu, menjadi andalan baru bagi produksi perikanan budidaya nasional untuk mengatasi kendala yang biasanya muncul. Seperti biaya listrik yang tinggi, modal yang besar untuk skala tambak, limbah yang tidak dikelola dengan baik, serangan penyakit, dan daya dukung lingkungan yang menurun.
Termasuk paling sering dialami juga oleh para pembudidaya udang, terutama skala kecil seperti rumah tangga pesisir.
Budidaya udang hingga saat ini masih belum memberikan dampak secara ekonomi bagi mereka. Persoalan itu harus dipecahkan.
Budidaya udang skala rumah tangga bukan hal baru sebab pada tahun 2012, Ditjen Budidaya KKP menginisiasi teknologi budidaya udang skala rumah tangga yang merupakan modifikasi tambak dengan mengatur volume atau luas petak pembesaran udang untuk dapat menerapkan tenologi budidaya yang baik dan benar (CBIB).
Dengan modal usaha yang kecil lokasi tambak skala rumah tangga dapat dilakukan pada kawasan estuarin mulai kawasan dekat garis pantai hingga menjorok ke daratan selama masih mendapatkan sumber air payau.
Budidaya udang skala rumah tangga relevan jika dikembangkan untuk wilayah pesisir utama di perkampungan nelayan.
Pertama karena dekat dengan sumber bahan baku air laut atau payau. Kedua usaha skala rumah tangga ini dapat menjadi alternatif mengatasi persoalan ekonomi nelayan terutama di saat paceklik pada bulan Desember hingga bulan April. Program ini sebetulnya lebih tepat sasaran untuk penduduk di wilayah pesisir.
DKP Provinsi Jawa Timur sejatinya sudah memiliki perangkat untuk pengembangan teknologi budidaya air payau (udang) yang kompeten dan representatif untuk melakukan uji coba, inovasi, pengembangan budidaya semua jenis udang.