Surabaya, (Wartatransparansi) – Sungguh malang nasib wartawan Tempo, Nurhadi, dengan penuh dedikasi dan menjalankan tugas suci melaksanakan tugas jurnalistik ingin menyajikan karya jurnalistik, justru harus menerima perlakuan penindasan melebihi maling, copet, dan penjahat kelas teri.
Bahkan dalam percaturan politik menerima perlakuan seperti tahanan politik, setelah menerima proses “kejahatan jurnalistik” dari petugas acara resepsi pernikahan bekas Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu Angin Prayitno Aji terkait kasus suap yang sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Gedung Graha Samudera Bumimoro (GSB) kompleks Komando Pembinaan Doktrin Pendidikan dan Latihan TNI Angkatan Laut (Kodiklatal), Sabtu malam (27/3/2021).
Pada saat melakukan tugas jurnalistik ketika sedang proses mengkonfirmasi sekaligus memastikan bahwa acara antara Angin dengan sang besan Kombes Ahmad Yani, mantan Karo Perencanaan Polda Jatim berlangsung, sebagaimana ditulis dengan runtut oleh Nurhadi, Minggu (28/3/2021)
Dengan penuh keyakinan peristiwa ini akan menyeret banyak kalangan pers bersikap, dan sudah terbukti Senin (29/3/2021) Persatuan Wartawan Sidoarjo (Porwas) bersikap dengan demo turun jalan. Semua organisasi wartawan membuat pernyataan sikap.
Sejumlah organisasi wartawan seperti tempat Nurhadi bergabung Aliansi Jurnalis Independen Surabaya sudah melaporkan ke Kepolisian Daerah (Polda) Jatim, dikuti penguatan dari Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) Mahdaltul Ulama menyatakan sikap akan mengawal.
Persatuan Wartawan Indonesia Jawa Timur (PWI Jatim) juga bersikap. Semua organisasi tempat bernaung insan pers bersikap, organisasi pemerhati dan peduli dengan pers memberi dukungan. Bahkan seperti sebuah gerakan melawan arus “kekuatan kekuasaan” meminta pengusutan dan proses hukum serta peradilan hingga tuntas dan transparan.
Peristiwa seperti dialami wartawan Tempo, Nurhadi, sudah puluhan kali terjadi bahkan sampai merenggut jiwa sang wartawan dengan berbagai alibi. Wartawan senior Moh. Anis dan kawan kawan turun gunung ikut meneriakkan kekerasan dan kemurkaan.
Perjalanan panjang wartawan menjadi korban, kekerasan, penganiayaan, pemukulan, pengeroyokan, pembunuhan, ancaman pembunuhan, menyekapan bersyarat, penyekapan dengan modus disertasi suap menyuap, penyekapan disertai uang damai. Sudah tercatat dalam berbagai buku dan daftar panjang sejumlah organisasi wartawan.
Tetapi seperti keadilan untuk memperjuangkan “kemerdekaan pers”, memperjuangkan. Kebesaran wartawan terhadap tindak kekerasan dan penganiayaan, semakin hari semakin sukit saja. Bahkan ujung-ujungnya setiap ada kekerasan terhadap wartawan hanya permohonan maaf dan menyalahkan wartawan.