Lapsus  

Ngopi Legi, Terungkap Pajak Tambang Rp.17milyar Tahun 2020

Ngopi Legi, Terungkap Pajak Tambang Rp.17milyar Tahun 2020
Panitia Ngopi Legi sejenak berpose bersama, dengan para nara sumber
Ngopi Legi, Terungkap Pajak Tambang Rp.17milyar Tahun 2020
Iskandar Laka, Pakar Hukum sebagai Narsum Ngopi Legi

“Perlu bapak-bapak ketahui bersama saat ini tupoksi Polri semakin menyeluruh di setiap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Mulai dari keamanan dalam negeri, mengurusi pencegahan covid-19, ketertiban umum dan pengayoman-perlindungan serta kepastian hukum bagi masyarakat.

Terkait penindakan terhadap pelaku tambang ilegal. Pihak Polres Pasuruan telah melakukan penyidikan pada beberapa orang dan menaikan statusnya menjadi tersangka. Pun demikian berkasnya telah pula kami limpahkan pada pihak Kejaksaan (bagi pelaku masyarakat umum) dan pada institusi TNI juga telah kami limpahkan pada POM TNI.

Memang kami akui bahwa, permasalahan tambang di wilayah hukum Polres Pasuruan tidak hanya berkutat disalah satu tempat atau titik saja, namun menyebar. Keterbatasan personil juga salah satu kendala dan personil yang ada tidak hanya melakukan penyelidikan dan penyidikan atas satu perkara semata, setidaknya ada ratusan perkara yang harus kami selesaikan.

Peran aktif masyarakat sangat kami butuhkan, artinya jika mengetahui adanya unsur tindak pidana pertambangan ilegal, kami mohon segera diinformasikan pada kami dan akan segera kami tindaklanjuti. Akan tetapi perlu diingat bahwasanya ada rambu-rambu atau aturan perundangan yang membatasi kinerja kami,”pungkas AKP Andrian Wimbarda.

Sementara itu narasumber dari praktisi hukum Iskandar Laka,SH.MH yang juga seorang dosen ilmu hukum, menerangkan.

Dalam menyikapi pertambangan harus mengerti UIP dan WUIP agar tidak terjadi kesalahan mendasar dalam pelaporan ataupun penindakannya. Pada undang-undang pertambangan saat ini telah termaktub jenis dua sanksi pelanggaran yakni sanksi administrasi dan sanksi pidana. Tak hanya sebatas itu saja, dalam penyelidikan dan penyidikan kasus pertambangan kebanyakan melibatkan institusi lain diantaranya Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan bahkan tak menutup kemungkinan melebar pada Dinas Perkim (Perumahan dan Kawasan Pemukiman).

Untuk itu perlu dipahami lagi bagi para pegiat sosial dan APH (Aparatur Penegak Hukum). Bahwasanya pada ijin usaha pertambangan khusus galian C disitu akan tertulis jenis galian apa yang oleh diambil oleh sang pemilik ijin tambang. Artinya jika dalam ijin tambang yang dikeluarkan hanya mengambil pasir, maka batu yang ada tidak boleh diambil ataupun sebaliknya. Jika hal itu dilakukan oleh pemilik ijin, sudah masuk dalam tindakan pelanggaran atau pidana.

Sementara untuk reklamasi bekas tambang wajib hukumnya dilakukan pasca exploitasi. Namun demikian banyak petambang yang meninggalkan tempat dan tidak melakukan reklamasi, itu lantaran para petambang telah memberikan jaminan reklamasi (JamRek) pada negara saat mengurus ijinnya. Jaminan Reklamasi (Jamrek) itu sendiri besarannya tak sebanding dengan biaya reklamasi yang akan dilakukan.

Jadi sepakat dengan saudara As’ad Asnawi yang mengatakan “daripada melakukan reklamasi ratusan juta, mendingan kehilangan uang jaminan reklamasi yang cukup belasan atau puluhan juta”. Untuk mengatasi hal ini, pihak pemerintah daerah setempat dan pihak legislatif seharusnya membuat perda atau aturan bupati/walikota yang mengikat petambang, sebelum memberikan rekomendasi ijin,”urai Iskandar Laka.

Pada penghujung Ngopi Legi, Rabu malam (24/2/2021). Andri Wahyudi yang mewakili dari unsur legislatif Kab.Pasuruan menuturkan,” sepakat dengan saudara kepala desa Kepulungan tidak serta merta menutup tambang legal, tapi petambang ilegal wajib diproses hukum,”katanya.

” Saat ini ijin tambang sesuai dengan perundangan, dikeluarkan oleh pusat. Terkait pajak tambang yang masuk pada Kasda Kab.Pasuruan, ditahun 2020 lalu hanya sebesar Rp.17milyar. Jika uang dari pajak tambang dikonsersikan dengan biaya perbaikan jalan desa (wewenang Pemkan Pasuruan) yang terimbas pertambangan jelas tidak cukup. Sepakat dengan Pak Iskandar Laka, perlu adanya proteksi atas penerbitan rekomendasi ijin tambang yang dikeluarkan Pemkab Pasuruan.

Jika saat dimulainya pembangunan jalan tol Gempol-Pandaan, pihak Pemkab Pasuruan jeli atas peluang yang ada. Maka mencari uang Rp.100milyar atau bahkan lebij sangat mudah dilakukan.

Perlu diketahui bahwa pada ruas jalan tol Gempol-Pandaan, Pemkab Pasuruan memiliki saham mayoritas (PT. Jalan Tol). Dimana saat pembangunan jalan tol Gempol-Pandaan, membutuhkan 1juta kubik tanah uruk. Nah seharusnya Pemkab Pasuruan memproteksi atau mengunci pengadaan pengurukan itu. Artinya semua provider yang akan mengajukan pekerjaan pengurukan wajib melalui PT.Jalan Tol yang nota benenya dikelola Pemkab Pasuruan, akan tetapi hal itu tidak dilakukan, dan otomatis kita kehilangan pundi rupiah.

Kembali lagi pada ” Pasuruan Oleh Opo” dengan maraknya tambang yang ada saat ini. Jelas Pemkab Pasuruan tidak mendapatkan keuntungan apapun dan setidaknya membawa dampak rusaknya sejumlah infrastruktur jalan yang dilalui truk bertonase sarat angkutan. Pemilik tambang untung puluhan bahkan ratusan milyar, tapi Pemkab Pasuruan hanya mendapatkan pemasukan pajak senilai Rp.17milyar dan itupun Pemkab memiliki beban perbaikan infrastruktur dan sejumlah kawasan pemukiman yang membahayakan masyarakat setempat.

Kedepannya, kami legislatif memiliki fungsi pengawasan akan mencoba berkomunikasi dengan pihak eksekutif, guna melakukan kajian atau semacam peraturan daerah (Perda) proteksi sebelum mengeluarkan rekomendasi ijin pertambangan.

Sedangkan bagi pelaku tambang ilegal, kami mengharapkan pada aparatur penegak hukum agar melakukan tindakan tegas. Pun demikian informasi dari masyarakat sangat perlu dibutuhkan. Apalagi Pak Kasat Reskrim tadi telah memberikan nomer telepon /WA untuk dapatnya membantu memberikan informasi,” tutup politisi PDIP yang memiliki motto Bergerak Dan Berdampak ini. (tim)