Mukjizat Bir Thaflah, Air Mujarab untuk Pengobatan
BAGI jamaah haji dan umroh, rangkaian ibadah untuk menyempurnakan ibadah yaitu mengambil miqot dengan ber-ihram (dua helai pakaian tak berjahit). Salah satu tempat miqot, adalah di kampung atau Desa Ji’ronah, sekitar 24 km dari selatan Kota Mekah.
Masjid Ji’ronah, sebagai central utama mengambil miqot di tanah halal, ternyata memiliki catatan istiwema dalam kaitan syiar Islam dan perjuangan baginda Muhammad Rasulullah SAW.
Bagi mazhab Imam Syafi’i RA, Ji’ranah merupakan salah satu tempat yang ditentukan untuk melakukan ibadah miqat (miqat makani), khususnya bagi penduduk Kota Makkah. Sebagaimana Rasulullah sendiri memulai Ihram-nya dari tempat tersebut, sesuai HR Bukhari-Muslim.
“Saya dulu, kalau umroh mengambil miqot Ji’ronah masih sempat mendapatkan berkah dari air sumur. Sangat mujarab, untuk hajat dan pengobatan,” ungkap abah Hasan, yang pernah melaksanakan haji tahun 90-an.
Memang, secara umum miqot Ji’ranah tidak berbeda dengan tempat miqat lainnya, seperti Bier ‘Ali (Zulhulaifah), Tanim, Hudaibiyah (masjid Asy- Syumaisyiyah), Rabigh, al-Juhfah, Yalamlam, Qarnu al-Munazil, dan Zatu lrq. Justru dalam satu riwayat disebutkan, bahwa miqot Ji’ranah memiliki derajat yang lebih tinggi dibanding dengan tempat-tempat miqat lainnya.
Salah satu sumber menyebut, nama Ji’ronah merupakan penghargaan kepada seorang perempuan shaleha yang mengabdikan dirinya untuk memakmurkan masjid, sehingga diabadikan dengan desa dan masjid Ji’ronah. Tak kalah penting, keberadaan sumur disebut Bir Thaflah. Sayang, sumur tersebut sudah ditutup, sehingga tidak boleh ada jamaah haji atau umroh yang mengambil air dari sumur Ji’ronah.
Menurut sejarah, sumur (Bir Thaflah) dahulunya terjadi sebagai mukjizat Rasulullah SAW dikala beliau bersama para pejuang Islam lainnya berhenti untuk membagi-bagi harta ghanimah, harta rampasan hasil dari kemenangan saat perang Hunain pada 8 Hijriyah.
Namun karena persediaan air habis, sementara Nabi dan para sahabat lainnya dalam kondisi sangat kehausan, dan di sekitarnya tidak ditemukan air. Nabi Muhammad SAW, lantas memukulkan tongkatnya. Berkat kekuasaan Allah SWT, dengan serta merta terpancarlah air yang sangat banyak sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.
“Airnya memang berkhasiat. Dulu, ada saudara sakit menahun. Alhamdulillah, setelah minum air Ji’ronah dengan izin Allah, sembuh,” papar abah Mansur, jamaah asal Waru, Sidoarjo.
Cuplikan dari buku sejarah Mekah, karangan Syekh Muhammad Ilyas Abdul Ghani, memaparkan, kata Ji’ranah diambil dari nama seorang wanita yang hidup di daerah tersebut. Sebagaimana diriwayatkan oleh Al Fakihi dari Ibnu Abbas Ra bahwa surat Al-Nahl ayat 92 yang berbunyi “Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali turun pada seorang wanita Quraisy dari Bani Tim yang dijuluki dengan julukan Ji’ranah. Wanita itu disinyalir sebagai seorang wanita yang terkenal dungu.
“Sekarang, Ji’ranah adalah sebuah perkampungan di Wadi Saraf, kurang lebih 24 kilometer dari Masjid Al Haram sebelah Timur Laut yang dihubungukan oleh jalan Ma’bad,” tulis Syekh Muhammad Ilyas Abdul Ghani.
Di Ji’ranah juga, Rasulullah SAW pernah meninggalkan para tawanan dan harga rampasan perang dari kaum Hawazin, dalam peperangan Hunain pada 8 Hijriyah. Kira-kira selama 10 malam berada di Ji’ranah, Rasulullah tidak membagikan harga rampasan perang tersebut, karena sambil menunggu orang-orang Hawazin yang bertobat datang menyusulnya.
Dan, ketika telah dibagikan barulah datang beberapa orang utusan Hawazin memohon kepada Rasulullah SAW agar membebaskan para tawanan beserta hartanya. Rasulullah lalu bertanya kepada para utusan itu, “Silakan pilih, tawanan atau harta?”.
Mereka lalu memilih tawanan, dan Rasulullah pun meminta kepada kaum Muslimin semua untuk membebaskan tawanan Hawazin dengan lembut dan damaibaik. Kemudian, pada malam itu juga, dari Ji’ranah, Rasulullah lalu berihram dan mengerjakan umrah, dan selesai pada malam itu juga. Lalu, Rasulullah menyuruh para tentaranya untuk kembali ke Madinah.
“Ada pelajaran berharga, yaitu harta rampasan diprioritaskan bagi mualaf (orang yang baru masuk Islam). Sehingga beberapa kaum Ansor (penduduk Madinah) sempat menimbulkan pertanyaan. Itulah ketetapan yang harus dipatuhi,” kutip Syech Muhammad Ilyas Abdul Ghani.
Akhirnya, Rasulullah meluruskan, sembari bertanya kepada orang Anshar, “Apakah kalian tidak suka hai orang-orang Ansor jika ada orang pergi dengan domba dan untanya, lalu kembali bersama Rasulullah ikut dalam rombongan kalian?”
Mendengar apa yang diucapkan beliau itu, orang-orang Ansor kemudian menangis sehingga membasahi jenggot mereka. Dan, mereka serempak menjawab, “Kami rela atas apa yang telah diberikan dan ditetapkan Rasulullah.”
Terkait Masjid Ji’ranah ini, adalah masjid yang digunakan miqat dan berihram bagi penduduk Makkah. Masjid tersebut telah diperbaharui kembali oleh Raja Fahd yang pada saat itu menelan biaya kurang lebih 2 juta Riyal Saudi dengan luas 430 M2 dan menampung 1.000 jamaah.
Saat ini, juga ada perluasan. Baik tenda untuk menampung di halaman masjid Ji’ronah, tempat sholat perempuan dan perbaikan fasilitas wudlu, mandi, dan toilet.
Itulah, bagian dari nikmat para tamu Allah dan Rasulullah, yang diberikan kesempatan untuk menunaikan ibadah haji dan umroh dengan mengambil miqot di Ji’ronah. Semoga menjadi haji mabrur. Aamiin. (makin rahmat)