Hari Sumpah Pemuda (1928-
Ada peristiwa sangat menyahat hati, ketika emak-emak berpakian hitam menaburkan bunga untuk korban demo ricuh di Jakarta dan beberapa tempat lainnya, terutama di Kendari dengan 2 mahasiwa wafat sebagai ’’Pahlawan Kampus’’. Mereka menggelar aksi simpatik dan empatik itu di depan gedung Polda Metro Jaya. Aksi unjuk rasa ini merupakan aksi lanjutan dari aksi yang digelar sebelumnya pada 29 September
Aksi cukup menarik perhatian itu, sebagai bentuk duka mereka terhadap lima pemuda yang tewas saat melakukan aksi unjuk rasa di Gedung DPR/MPR RI yang berujung ricuh beberapa waktu lalu. Selain memakai pakaian warna hitam, mereka terlihat membawa sejumlah poster yang bertuliskan tuntutan pembebasan para pelajar dan mahasiswa yang ditahan serta penghentian aksi intimidasi oleh aparat kepolisian.
Sejumlah poster mereka bawa dengan nada meminta aparat kepolisian tidak bertindak sewenang-wenang, seperti poster bertuliskan ‘Stop intimidasi dan kriminalisasi pelajar, mahasiswa, dan masyarakat yang menyuarakan pendapat’ dan ‘Bebaskan seluruh mahasiswa dan pelajar yang ditahan’, “Hentikan kekerasan, bebaskan anak kami,” kata emakemak saat berorasi di depan gedung Polda Metro Jaya, Minggu (13/10/2019).
Wiwin Warsiati, salah satu peserta aksi menjelaskan, aksi yang dilakukan bertujuan untuk menyampaikan empat tuntutan berkaitan dengan pembelasan dan permohonan pembebasan para pelajar dan mahasiswa yang masih ditahan di Polda Metro Jaya.
Isi tuntutan emak-emak itu:
Pertama, menuntut Polda Metro Jaya membebaskan mahasiswa dan pelajar yang ditahan.
Kedua, menuntut Polda Metro membuka akses secara terbuka dan transparan terkait data-data mahasiswa dan pelajar yang ditahan termasuk memberikan akses pendampingan hukum.
Ketiga, menuntut penghentian aksi kekerasan terhadap pelajar dan mahasiswa yang menggelar aksi unjuk rasa.
Keempat, meminta Kemendikbud, Kemenristekdikti, dan KPAI untuk menghentikan segala pelarangan mahasiswa dan pelajar untuk menyuarakan pendapatnya dan ancaman drop
Perjuangan emak-emak menyuarakan hati nurani sebagai simbol kedukaan amat mendalam terhadap tewasnya pemuda, sebagai simbol keprihatinan atas perlakuan tidak manusiawi terhadap mahasiswa dan pelajar yang melakukan unjuk raas dengan intimidasi dan penyiksaan layaknya penjahat perang atau pelaku kriminal, simbol atas keyidaknyamanan memberlakukan anak bangsa yang punya jiwa kritis dan cinta tana air seperti musuh dalam peperangan, simbol bahwa demokrasi sejatinya sudah ’’mati’’, dan simbol bahwa sudah tidak ada lagi di negeri ini kebebasan menyuarakan pendapat secara terbuka yang sudah jelas-jelas termaktub dalam Undang Undang Dasar 1945.
Ibu =
Pintu ilmu dalam adab dan sopan santun mencari ilmu dalam Islam, Sayyida Ali bin Abi Thalib, menyatakan dalam suatu kesempatan bahwa ibu ialah madrasah (sekolah) bagi semua anak manusia, adalah ibu menjadi sekolah sejak bayi dalam kandungan, sejak baru dilahirkan, sejak mengenal susu ibu, sejak mulai malafalkan kata atau kalimat pendek tanpa makna, sejak mulai merangkak, sejak mulai berlatih berjalan, sejak mulai berjalan pelan hiungga lari
Ibu juga menjadi sekolah anak bangsa sepanjang masa, sepanjang sang melakukan aktifitas apa saja, sepanjang itu pula ibu selalu menunjukkan jalan jangan sampai lupa bahkan selalu mengingatkan bahwa perjalanan hidup adalah untuk mencapai surga, walaupun sesungguhnya surga ada di telapan kaki ibu, tetapi ibu selalu mengajarkan tentang setiap perjalanan kebenaran adalah menuju
Demo mahasiswa hampir di seluruh nusantara ketika menjelang akhir periode Dewan Perwakilan Rakyat RI masa bhakti 2014-2019, dengan rentetan tuntutan untuk menyelamatkan bangsa dan negara dari kegagalan para wakil rakyat di Senayan, mengesahkan UU KPK, memaksakan mengesahkan RUU KUHP dengan berbagai ketidakberpihakan kepada rakyat sebagai pemilik sah atas suara mereka, RUU Pertanahan, dan sejumlah RUU, harus mengalami nasib tragis dengan ditangkap, diintimidasi, bahkan disiksa, hingga berdarah serta masuk rumah
Emak-emak sebagai referentatif seorang ibu, tentu saja dengan cara dan upaya begitu keibuan, hanya dengan ramai-ramai memakai pakaian hitam dan menaburkan bunga di atas pusara dan di atas ’’kematian demokrasi’’, merupakan tamparan sangat menyakitkan bagi seluruh aparat kepolisian. Sebab, tidak satu pun aparat kepolisian, yang tidak dilahirkan dari rahim seorang ibu. Emak-emak memberikan fatwa bahwa sebagai sekolah (madrasah) sudah sepantasnya menaburkan bunga ataa semua duka.
Sumpah Pemuda
- Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
- Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
- Kami Putra dan Putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.
Bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia peristiwa Sumpah Pemuda 91 tahun silam (1928-2019) merupakan, sinyal sangat positif terhadap pergerakan bangsa Indonesia dengan satu cita-cita dan pengakuan, tumpah darah yang satu, berbangsa yang satu, dan menjunjung bahasa persatuan Bahasa Indoensia, Peristiwa momumental ini menjadi kekuatan pengikat anak bangsa dari Sabang sampai Merauke bahwa menjaga persatuan dan kesatuan dalam ikrar Sumpah Pemuda, merupakan nilai luhur menuju Indonesia yang berkemakmuran dan berkeadilan.
Ikrar ini pada awalnya adalah secarik kertas yang dibacakan oleh Soegondo Djojopoespito hingga kemudian dijelaskan secara panjang lebar oleh Moehammad Yamin. Sumpah Pemuda dihasilkan dari keputusan Kongres Pemuda Kedua yang diselenggarakan dua hari, 27-28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta).
Kongres Pemuda Kedua tersebut dipimpin oleh pemuda Soegondo Djojopoespito dari PPPI (Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia).. Naskah sumpah pemuda ini menegaskan cita-cita akan ada “tanah air Indonesia”, “bangsa Indonesia”, dan “bahasa Indonesia”.
Sekedar mengingatkan bahwa jika jaman sebelum merdeka saja pemuda sudah mmapu menelorkan ’’Sumpah Agung’’ bernama ’’Sumpah Pemuda’’, justru pada era reformasi dimana demokrasi katanya dijunjung tinggi, setinggi langit, dan ibu pertiwi selalu dijanjikan pelayan rakyat yang berhati nurani, dari Presiden sampai pejabat rendahan di desa atau kelurahan, mengapa demo mahasisa diobrak-abrik. Padahal jika mau jujur, demo mahasiswa salah siapa?
Demo mahasiswa memang bukan salah Presiden atau Kapolri, tetapi demo mahasiswa merupakan sebuah pesan suci bahwa dari kalangan pemuda, justru masih punya hati nurani dan masih mampu menjunjung sebuah pesan Sumpah Agung bernama Sumpah Pemuda, untuk menjaga dengan menyampaikan kritik kontruktif kepada seluruh pejabat bangsa, wakil rakyat di mana saja, penegak hukum atau pengadil di lembaga apa saja, bahwa tidak ada kekuatan sejati, ketika semua digerakkan oleh rakyta melalui tangan-tangan dan suara lantang anak muda, mahasiswa dan pelajar, sebagai pemilik sah pemuda, maka itulah sesungguhnya pergerakan suci, walaupun kadang seperti tidak berarti.
Semua pasti berharap ibu sebagai madrasah (sekolah) akan selamanya menjadi sekolah abadi sepanjang masa, dan selalu menjadi menjaga kitab suci anak bangsa, supaya melangkah dengan ridlo ilahi. Semua pasti berharap pemuda sebagai pemilik sah Republik Indonesia tercinta, akan selamanya menjadi pemuda dengan sumpah agung, Sumpah Pemuda menjaga “tanah air Indonesia”, “bangsa Indonesia”, dan “bahasa Indonesia”, dalam berbagai makna dan simbol perjuangan.
Sekedar refleksi peringatan 91 tahun Sumpah Pemuda. Demo mahasiswa salah siapa? Salah mereka yang tidak pernah merasa menjadi pemuda, juga tidak pernah menjaga Sumpah Pemuda. Demo mahasiswa mengapa dibela emak-emak karena ibu memang menjaga pemuda dan anak bangsa sepanjang masa. Tidak ada ibu, tidak ada pemuda, tidak yang menjaga Sumpah Pemuda, negara dan bangsa Indonesia akan merasa kehilangan semuanya.
Sumpah Pemuda memang sudah diperingatan dengan upacara bahkan berbagai kegiatan, tetapi belum menyentuh pada hakiki pemuda bangsa Indonesia. Bahkan dengan Sumpah Pemuda itulah seluruh pemuda di Indonesia menyatakan tekad, semboyan, dan keinginan dari jaman ke jaman terus menjadi kesatuan dalm bingkai Indonesia, dengan situasi dan kondisi apa pun. Oleh karena itu, biarlah jika pemuda berdemo, dan ajarkan bagimana cara demo yang bernafas pemuda Indonesia, biarkan jika mereka ingin unjuk rasa,, maka ajarkan bagaimana cara pemuda Indonesia berunjuk rasa, walaupun sebagai oposisi pula. (*)