JAKARTA – Zainudin Amali baru saja dilantik menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora). Bagi Partai Golkar mendapat kepercayaan kader terbaik, memimpin Kemenegpora bukan suatu kejutan atau hal baru.
Sebab kementerian untuk menggembleng prestasi pemuda dan olahraga itu, sejak Orde Baru memang ditongkrongi kader Golongan Karya (Golkar), sebut saja Abdul Ghofur, Akbar Tandjung, dan Agung Laksono, semua kader terbaik bangsa itu mempersembahkan catatan tinta emas bertabur berlian, karena memang prestasi olahraga moncer dan prestasi pemuda sungguh mengalami kemajuan luar biasa. Di mata dunia dan Negara Kesatuan Republik Indoensia.
Kini, di pundak Zainudin Amali, Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga (Kemengpora) diamanatkan untuk 5 tahun ke depan, menakhodai kementerian yang sangat prestisius ini.
Apakah Menpora mampu mengembalikan Kemenegpora menjadi kawah Candra Dimuka (penggemblengan) bagi pemuda dan pemain atau atlet nasional, mencapai prestasi dunia.
Prestasi olahraga mampu meraih prestasi di Olimpiade dan kejuaraan dunia lainnya, termasuk bulutangkis yang belum pernah mengondol “Piala Sudirman” 5 tahun ke depan mampu mempersembahkan “Piala itu” untuk bangsa dan negara. Sebab mengambil nama dari pahlawan bulutangkis, Sudirman.
Sepakbola sebagai olahraga prioritas dan disebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) supaya mendapat perhatian khusus dari Menpora, 5 tahun ke depan mampu masuk “4 besar” Asia dan mampu masuk Olimpiade dan Piala Dunia.
Gebrakan di kalangan pemuda, sudah cukup lama organisasi pemuda dibiarkan tanpa aturan yang jelas tanpa peraturan menteri pemuda bahwa organisasi pemuda harus dipimpin generasi muda, maksimal berusia 40 tahun, syukur-syukur maksimal berusia 37 tahun, maka jika dikembalikan pada khittah pemuda, maka akan terjadi regenerasi pemuda di tingkat nasional dan di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, banyak tokoh muda benar-benar muda menjadi calon memimpin di masa mendatang yang teruji di organisasi kepemudaan.
Sehingga generasi muda bukan dibiarkan seperti sekarang, menjadi generasi yang dipelihara dan dikader menjadi militan kelompok radikalisme. Kerugian berdemokrasi yang salah kaprah sudah saat melalui Kemengpora dikembalikan khittah menjadi Marwah pemuda kebanggaan bangsa dan negara, bukan sebaliknya menjadi musuh NKRI.
Zainudin Amali punya tugas maha berat, dalam menangani pembinaan kepemudaan untuk mengalihkan perhatian pemuda dan remaja yang kosong dan banyak dibina kelompok radikalisme, kembali ke khittah, kembali ke pangkuan ibu pertiwi. Juga memperkuat kalangan generasi muda di kalangan pesantren, baik pemuda dan remajanya lebih memperkokoh sekaligus memperkuat kebangsaan.