“Malah, saya diberi petunjuk untuk melakukan gugatan ke pengadilan. Sebenarnya, saya sudah mencoba untuk menyelesaikannya dengan baik tanpa harus melalui pengadilan. Sebab, saya berpikir kalau melalui pengadilan, pasti butuh waktu panjang dan berdampak pada nama baik pemkot. Karena di sana ngotot, terpaksa kami gugat,” katanya.
Melalui kantor hukum Sudibyo Christiyan, SH, & Partners, Yusdi Wibowo Kusuma (penggugat) melayangkan gugatan dan terdaftar di PN Surabaya no. 175 tanggal 2 Maret 2017. Pihak tergugat adalah, Mendagri RI, Cq Kepala Daerah Tngkat 1 Jawa Timur Cq. Wali Kota Surabaya Cq Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pamatusan Pemkot Surabaya.
Dalam salinan putusan PN Surabaya no. 175/6/2017, perkara itu diputus PN Surabaya pada Selasa (30 Mei 2017). Majelis Hakim mengabulkan gugatan penggugat. Yakni, tergugat harus membayar ganti rugi materiil kepada penggugat secara tunai sekaligus sebesar Rp1.557.544.000, serta semua biaya yang timbul dalam perkara itu sebesar Rp1.716.000. Sidang dipimpin Hakim Ketua Dwi Purwadi, SH, MH dengan Hakim Anggota Zaenuri, SH dan Ferdinandus, B. SH, MH.
Putusan PN Surabaya juga dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya, seperti tercantum dalam salinan putusan PT Surabaya no. 546/Pdt/2017 PT. Sby jo no. 175/Pdt.G/2017 PN. Sby, di hari Senin tanggal 20 November 2017.
Di tingkat Mahkamah Agung (MA) RI, perkara yang sama juga menguatkan putusan PN Surabaya dan PT Surabaya. Itu tertuang dalam salinan putusan MA RI no. 1901 K/Pdt/2018 jo no. 546/Pdt/2017/PT. Sby, jo no. 175/Pdt.G/2017/PN. Sby, tertanggal Kamis, 20 September 2018.
“Di PN Surabaya sudah menang. Bahkan, juga dikuatkan dengan putusan PT Surabaya dan putusan MA. Mereka sendiri menyarankan untuk menggugat dengan alasan agar ada payung hukumnya ketika mencairkan ganti rugi. Tapi, setelah semua berjalan, sudah ada payung hukumnya, tapi ganti rugi tidak juga dicairkan. Ini khan mengesankan bahwa pemkot tidak menghargai hukum,” ketusnya.
Terpisah, Sudibyo Christiyan, SH, kuasa hukum penggugat mengatakan, pihaknya juga sudah melayangkan surat ke PN Surabaya pada 14 Februari 2019, terkait permohonan eksekusi menyusul terbitnya putusan MA.
Hasilnya, Rabu 27 Maret 2019, Ketua PN Surabaya Nursyam, SH, M.Hum, mengabulkan permohonan eksekusi tersebut. Dalam surat putusan, Ketua PN Surabaya telah memerintahkan kepada Panitera PN Surabaya untuk menunjuk jurusita, dan memanggil semua pihak tergugat menghadap pada 15 April 2019 untuk diberi teguran atau aanmaning agar mereka dalam waktu delapan hari sejak tanggal diberikan teguran tersebut, memenuhi amar putusan PN Surabaya, PT Surabaya dan putusan MA RI yang sudah berkekuatan hukum.
“Ini khan semua payung hukum. Bagaimana bisa pemerintah kota Surabaya bersikap aneh seperti ini, tak menghargai hasil hukum, bahkan seakan sembunyi di balik payung hukum. Padahal, mereka (pemkot) sendiri yang bilang ingin adanya payung hukum. Harusnya, dengan adanya semua putusan tersebut (PN, PT, MA), pemkot sudah harus mencairkan pembayaran ganti rugi. Agustus lalu kami juga sudah melayangkan surat ke Wali Kota Surabaya untuk segera melaksanakan putusan pengadilan dengan memberikan ganti rugi,” katanya.
Dikonfirmasi, Sekkota Surabaya Hendro Gunawan mengatakan, kalau penggugat menang jalur hukum dipersilakan mengambil ganti rugi ke pengadilan. Sebab, pemkot menitipkan ganti rugi dalam bentuk konsinyasi. “Dinegosiasi dulu dan kemudian diappraisal. Jika tidak ketemu, maka kami akan ke pengadilan untuk konsinyasi. Jadi orangnya bisa
mengambil (ganti rugi, red) di sana,” kata Hendro kepaa wartawan.
Soal penggugat sudah melayangkan surat ke pemkot dan menanyakan soal ganti rugi dan belum direspons, Hendro Gunawan mengatakan, agar mengirim surat lagi ke pemkot. “Insya Allah kami bantu,” ujarnya. (wt)