Begitu selesai pemeriksaan, jamaah mencari money charge untuk menukar uang Lira Turki. Sementara TL Local Rechber Kara terus menunggu di pintu keluar. Alhamdulillah, sekitar pukul 15.30 Waktu Turki, kita dijemput mobil dengan sopir bernama Abdul Wahab.
Sasaran pertama sebelum chek in ke Tryp Wyndam Istambul Asia Hotel, jamaah disambut dengan hujan, mengunjungi Hagia Sophia, tempat sangat fenomental. Sejarah mencatat, dulu merupakan basilika (gereja) Kadetral Ortodok 537-1453 M.
Pada tahun 1204-1261 diubah menjadi Katedral Katolik Roma oleh Pasukan Salib Keempat oleh Kekaisaran Latin Konstanstinopel. Hagia Sophia atau Aya Sofya (Kebijaksaan Suci) menjadi masjid mulai 29 Mei 1453-1931 masa kesultanan Otto Ustmani. Kemudian disekulerkan dibuka sebagai museum pada 1 Pebruari 1935 oleh Republik Turki.
Terlepas dari kontroversi, bangunan Hagia Sophia sangat luar biasa dan penuh dengan arsitek tak ternilai. Bagaimana bisa memadukan kalimat Tauhid Allah-Muhammad, di tengah ada Bunda Maria (Mariam). Ada deretan karikatur dan khot indah dengan tulisan sangat berestetika, ada tulisan Abu Bakar, Umar, Usman, Ali dan Khusain yang termasuk mendapatkan penghormatan.
Ada beberapa peninggalan yang begitu terjaga dengan rapi. “Jadi, yang berkunjung ke sini (Hagia Sophia) bukan hanya muslim, tapi banyak pula orang nasrani dan masyarakat yang memang tertarik dengan sejarah dan peradaban.
Di sini, juga menunjukkan, kekaisaran Kesultanan Utsmani tidak semena-mena, menghancurkan bangunan secara milik kaum Ortodok,” kata Aytac Kara, Tour Guade Local yang mendampingi kami.
Usai berkeliling ke Hagia Sophia, kita mendatangi masjid Biru. Sebelumnya melewati Hippodrome Square. Disana, kami melaksanakan sholat jamak Takhir Dzuhur-Ashar. Alhamdulillah, semua bisa berjalan dengan kompak. Walau kondisi fisik sangat lelah. Sampai akhirnya, sekitar pukul 21.15 kami tiba untuk chek in di Wyndam.
Hari Rabu (10/4/2019), sesuai kesepakatan dengan TL Local Kara, jam 06.30 sudah siap sarapan, paling lambat jam 07.30 melanjutkan rangkaian tour yang sudah direncakanan. Karena cuaca dingin diiringi hujan, ada beberapa opsi yang harus disampaikan ke rombongan. Yang jelas, usai menyeberangi selat Bhosporus dan jembatan Osmangazi, kami mampir di outlet yang menjadi jujugan wisatawan, yaitu Munirah. Beragam produk khas Turki tersedia yang paling diserbu Turkish Delight, seperti jenang dari berbagai bahan, rasa jeruk, almond, kacang, keju dan lain-lain. Yang diincar lagi, yaitu shofron dan Macun plus minyak zaitun.
Di luar dugaan, kami ditawari oleh Kara mengunjungi Gunung Agung, atau dikenal dengan Gunung Uludag, Turki kawasan wisata salju yang mempesona di Bursa, Turki. Kawasan di Bhikkhu Bizantiun Saint Joannicius Agung, dengan ketinggian 8.343 kaki, gunung tertinggi di wilayah Marmara.
Sebetulnya, abah Subhan agak keberatan karena telah membayangkan saat di Gunung Bromo saja, sudah tidak kuat oleh hawa dingin yang menusuk tubuh, bagaimana di gunung bersalju? Alhamdulillah, setelah sampai di tujuan, malah Abah Suhban dan istrinya umi Qomariyah yang malah bermain-main mutiara salju. “kayak es serut kiai. Waduh, eman kalau nggak turun,” kata Abah Subhan sambil meminta untuk meneriakkan yel-yel Arofahmina.
Luar biasa. Fantastic. Itulah gambaran yang tidak bisa diuraikan dengan kalimat. Walaupun kami hanya berdelapan, begitu menikmati keindahan salju. Raden didampingi ibu dan ayahnya, bergulung-gulung di salju. “Mumpung utsdaz, bisa tiduran di salju. Nggak dirancang, malah keturutan. Sekarang tidak lagi penasaran,” papar ibu Raden, mama Uchi.
Hari kedua di Turki, kami masih menginap di Hotel Wyndham. Besoknya, langsung Chek Out untuk melanjutkan rute perjalanan yang sebelumnya belum kita singgahi. Kamis (11/4/2019), rombongan kembali berlayar ke Selat Bosphorus. Usai itu, mengunjungi istana Topkapi.
Era Dinasti Ustamniyah (Turki Ottoman) membangun istana Topkapi mulai 1459 dan mengalami masa jaya hampir 4 abad (1465-1856). Saat kekhalifahan Utsmaniyah jatuh, pada tahun 1924 istana Topkapi ditetapkan sebagai museum oleh pemerintah Republik Turki.
Bangunan penuh sejarah dan menunjukkan kebesaran zaman Utsmaniyah. Yang jelas, wisatawan asing dan mancanegara bisa menyaksikan peninggalan peradaban sejarah secara utuh dan masih komplit.
Pokoknya, sepadan dengan pengorbanan wisatanan yang rela berhujan-hujan, antrian panjang untuk melihat secara nyata. Masuk Istana Topkapi, melalui pemeriksaan cukup ketat. Bahkan, ada peringatan wisatanan tidak boleh mendokomentasikan.
Begitu takjub, bisa melihat dari dekat pedang nabi Dawud, tongkat Nabi Musa, pedang para sahabat Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali, ada rambut, kuku, gigi Rasulullah, ada jubbah Fatimah. Pokoknya, luar biasa.
Usai dari istana Topkapi, kami menuju ke masjid Hijau dan areal makam Sultan Mehmed. Alhamdulillah, kami bisa masuk dan berdoa bersama dengan jamaah. Karena hujan terus turun, kami memilih taman tulip yang ada di kawasan Topkapi dan tidak kalah hebatnya dengan kawasan Taman Nasional Tulip. Semua jeprat jepret. Selfa-selfie. Pokoknya puas.
Sebelum chek in hotel di Titanic Bussines Europa Hotel, kami mampir ke tempat yang dinanti, yaitu Grand Bazzar, Turki. Sebetulnya, hampir sama di beberapa lokasi outlet oleh-oleh, namun tempatnya lebih bernilai sejarah dan punya kekhasan tersendiri. Setelah jamaah membeli tambahan oleh-oleh, kembali ke hotel dan makan dulu di Restoran Nusantara, masakan khas Indonesia. Alhamdulillah, dapat soto ayam plus sambel lumayan pedas.
“Turki memang benar-benar aduhai. Sepadan dengan rasa lelah. Kapan ingin datang lagi dengan waktu lebih lama. Semoga diberikan kesehatan dan kesempatan,” tutup pak Teguh, yang berkarir sebagai konsultan di Kalimantan Selatan. (*/ makin rahmat)