Sebenarnya, lanjut dia, dalam undang-undang tidak boleh ada jalan sebidang, tapi karena itu merupakan jalan nasional, maka harus dikerjakan. “Makanya, kami nanti masih butuh U-turn ke arah Pasar Wonokromo,” tegasnya.
Ia juga menjelaskan, perlintasan yang baru diresmikan itu panjangnya 24 meter, dengan konstruksi utama berupa rel R54 yang ditutup dengan plate sebagai pengikat blok rel. Pekerjaan ini dikerjakan dengan nilai kontrak Rp 525.380.000 yang berdurasi selama tiga bulan. Namun ternyata, pekerjaannya lebih cepat hanya dalam kurun waktu dua bulan.
Dengan selesainya pengerjaan blok rel ini, perlintasan kereta api yang tadinya hanya selebar sembulan meter, kini menjadi 17 meter, menyesuaikan ukuran Frontage Road sisi barat. Dengan begitu, maka jalan yang tadinya hanya tiga lajur, bisa muat enam lajur, sehingga mampu mengurangi bottleneck Wonokromo.
Pada kesempatan itu, Risma juga menjelaskan bahwa tahun depan akan terus melanjutkan pembangunan Frontage Road sisi Barat di bagian Pasar Wonokromo. Apalagi, hingga saat ini, hampir semua bangunan bekas Pasar Wonokromo sudah dibebaskan oleh Pemkot Surabaya.
“Hampir semua sudah kami bebaskan, ada lahan milik PT KAI juga beberapa persil, nanti kami diskusikan. Kemarin bongkar bangunannya manual karena permintaan warga. Tahun depan, akan kami proses, bareng sama pembangunan Jembatan Joyoboyo. Ini masih dibuat amdalnya,” ujarnya. (wt)