Masa Depan Golkar Ditengah Badai Negatif

Catatan ringan di HUT Partai Golkar ke 54 (20 Oktober 1964-2018)

Masa Depan Golkar Ditengah Badai Negatif
Nur Kholis

Oleh : Nur Kholis – Ketua Biro Organisasi DPD Partai Golkar Jawa Timur

Genderang tahun politik telah ditabuh, dimulai pilkada serentak 2018 dan akan dilanjutkan pemilihan legislative dan pemilihan presiden 2019. Kini partai Golkar telah memasuki hari ulang tahun yang ke 54. Tentunya usia ini seiring dengan dinamika Partai Golkar dari masa orde lama, masa orde baru, masa reformasi dan sampai sekarang. Golkar Sebagai penopang utama pemerintahan orde baru dengan mekanisme jalur ABG membuat orde baru tak tertandingi bahkan terlebih saat terbitnya keputusan penting tentang monoloyalitas PNS kepada Golkar.

Keputusan itu adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri No 12 tahun 1969 tentang larangan bagi Pegawai Negeri Sipil untuk aktif dalam partai politik. “Sedangkan Golkar pada saat Orde Baru itu bukan merupakan partai politik, jadi dengan kata lain semua birokrat harus mendukung Golkar,”. Dengan monoloyalitas itu, birokrasi secara tak sadar disulap menjadi kekuatan yang sangat penting bagi Golkar dalam setiap kemenangannya pada setiap kali pemilu dimasa Orde Baru. ”

Setelah masa pemerintahan orde baru berjalan 32 tahun, krisis ekonomi yang melanda Indonesia mulai tahun 1997 tidak terbendung dan melahirkan demontrasi terjadi dimana-mana sehingga menjadi titik awal runtuhnya kekuasaan orde baru dengan sebuah episode pada 1998 Soeharto mengundurkan diri. Dari sinilah Indonesia mengalami masa transisi yang kemudian melahirkan BJ habibie sebagai presiden.

Pada tahun 1998 reformasi bergulir, tidak disangka bahwa akhirnya Golkar terkena imbasnya sebagai utama kekuatan politik orde baru. Kekuatan golkar semakin tergerus dengan dihapusnya dwifungsi ABRI dalam pemerintahan dan politik yang sebelumnya menjadi benteng pertahanan orde baru dan mendukung golkar dalam menjalankan kebijakan-kebijakan strategis.

Sejak reformasi bergulir sampai sekarang banyak ujian yang menerpa partai golkar, ujian itu tidak henti-hentinya menghantui partai golkar, salah satu isu yang mendegradasi partai golkar adalah isu-isu tentang korupsi dan dinamika internal yang semakin dinamis.

Dari isu ini mengakibatkan elektabilitas dan keperscayaan masyarakat menurun. Peristiwa ini terjadi dan menjadi persepsi publik negative terhadap golkar di mulai sejak runtuhnya kekuasaan orde baru dan peralihan kepemimpinan partai Golkar dari Akbar Tanjung, Jusuf Kalla, Aburizal Bakri, dan Setya Novanto sampai sekarang, isu korupsi dan keretakan internal menjadi komoditas politik yang menyandera partai golkar. Meskipun ulang tahun partai golkar yang ke 54 ini dalam situasi kebatinan yang kurang menyenangkan, dimana posisi partai kita menjadi sorotan public karena beberapa masalah.

Maka situasi ini henaknya cepat direspon oleh elit-elit partai golkar untuk melihat masyarakat akar rumput. Karena kader-kader yang terbaiklah yang akan mampu mengembalikan kepercayaan publik. Jangan sampai ketika partai lain sibuk bekerja untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan Negara, kader golkar justru disibukkan mengisi rekening pribadinya yang telah menjadi persepsi publik.

Sebagai partai politik yang matang, tegar dan telah berpengalaman serta teruji, sebagaimana tertuang dalam ikrar dan sumpah partai golkar sebagai Pembina persatuan dan kesatuan yang berwatak setia kawan semakin memperkokoh tali persatuan dan kesatuan sebagai landasan filosofis, disaat partai kita tertimpa musibah semangat setia kawan seyogyanya tetap menjadi pijakan dalam menjalankan roda organisasi. partai golkar harus selalu punya cara menyelesaikan dengan cepat masalahnya, dengan modal militansi, eksistensi dan pergerakannya yang cepat dan cerdas dalam menyelesaikan masalah.

Positioning Golkar menghadapi Krisis Kepercayaan Publik.

Partai golkar sebagai kanalisasi dari kepentingan masyarakat agar diperjuangkan menjadi kebijakan Negara, posisi partai golkar yang berada ditengah-tengah antara Negara dan masyarakat dan menjadi jembatan penghubung diantara keduanya. Negara memerlukan masyarakat agar tahu kebijakan apa yang mestinya dibuat.

Masyarakat memerlukan Negara agar kepentingannya di akomodasi, posisi partai golkar harus memperlancar hubungan Negara dan masyarakat. Partai golkar selama ini bisa bertahan sebagai partai papan atas karena selalu dekat dengan masyarakat sekaligus memiliki kemampuan untuk selalu berada dalam lingkaran kekuasaan dengan tujuan dapat mengarahkan kebijakan Negara sesuai kehendak masyarakat.