Guna menjaga tubuh tetap stabil, disarankan jamaah tetap menggunakan obat pelembab bibir, lotion tubuh, minyak penghangat. Selain itu, jamaah harus rutin minum air, terutama Zamzam, tidak harus menunggu haus dengan skala sedikit, 50-100 mili liter, tapi berkelanjutan. Kalau terlalu banyak, khawatir tidak bisa nahan kencing.
“Jadi, tidak harus menunggu bibir atau kaki pecah, harus sering diolesi dengan pelembab, lotion, atau minyak tawon. Juga disarankan mengkonsumsi buah biar tubuh mampu menyerap multi vitamin alami, selain obat vitamin. Intinya, ada suasana nikmat tapi penuh resiko kalau jamaah teledor,” ulas Ustadz Harun, yang dikenal telaten dan sabar mendampingi jamaah.
Resep lain, jamaah bisa mengatur ritme ibadah tanpa harus bolak-balik dari hotel selama menjalani shalat lima waktu atau mengikuti kegiatan ziarah selama di Madinah. “Ini penting, bagaimana jamaah bisa menjaga kondisi, karena inti ibadah adalah saat berangkat dari Madinah ke Mekah untuk umroh. Insha-Allah kalau jamaah mengikuti petunjuk dari pembimbing atau muthowib bisa mengurangi resiko, karena memang kondisi cuaca ekstrim di Madinah,” tambah Hirjan.
Lanjut Hirjan, bila kondisi belum memungkinkan, usai jamaah Dzuhur kembali ke hotel untuk makan siang dan beristirahat sebentar untuk mempersiapkan shalat Ashar. Lebih afdlol (baik) kalau Ashar, Maghrib dan Isya, jamaah di masjid, bisa diselingi dzikir, membaca al-Quran, atau berdoa di Rudlo. Nah, setelah Isya’ baru kembali ke hotel untuk makam malam dan istirahat. “Ritme yang bisa menjaga kondisi, jamaah sendiri yang lebih tahu, apalagi kalau letak hotel agak di pinggiran, tentu bisa menyedot tenaga,” paparnya.
Thowaf di Lantai Dasar
Semangat jamaah menuju ke Mekah merupakan saat yang paling dinanti. Walau ada tambahan pembekalan manasik tambahan saat di Madinah, tetap saja ada jamaah yang diliputi perasaan campur aduk. Apalagi baru pertama kali umroh. Lantunan talbiyah usai mengikrarkan diri dalam niat umroh dengan pakaian ihram menyatuh dengan raga, adalah bagian dari puncak ibadah umroh, sebelum dilanjutkan dengan Thowaf (menggelilingi Kabah tujuh kali, dengan arah berlawanan jarum jam), melakukan Sai (jalan cepat dari bukit Shofa ke Marwa tujuh kali) dan dipungkasi tahallul sebagai penutup.
Labbaik Allahumma Labbaik, Labbaik laasarikalakalabbaik. Innalhamda menikmata lakawalmuluk… Laasarikalak. (Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu tidak ada sekutu bagi-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu, sesungguhnya segala puji, kemuliaan, dan segenap kekuasaan adalah milik-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu). Inilah bagian ritual yang mendapat perhatian ekstra. Sehingga ada kenikmatan luar biasa saat beribadah.
Bagi jamaah memang tidak asing saat umroh melakukan thowaf di lantai dasar. Selain, rute yang ditempuh lebih dekat, waktu yang dibutuhkan juga lebih cepat. Selanjutnya melan jutkan saidan tahallul untuk menyelesaikan rangkaian umroh .
Tapi, saat thowaf sunnah atau thoawaf wada (pamitan), maka harus rela tetap memakai pakaian ihram jika ingin tetap thowaf di lantai dasar. “Memang ada aturan, jika tidak memakain ihram, thowaf diarahkan ke lantai dua atau tiga, satu putaran sekitar satu kilo. Maka, sekali thowaf bisa menempuh jarak tujuh kilometer. Jadi, harus bisa mengatur termasuk saat thowaf wada, saya minta jamaah tetap pakai ihram,” kata Ustadz Mujahid, Tour Leader (TL) juga seorang Hafidz.
Menurut Ustadz Mujahid, bila kondisi padat, jamaah harus sabar menunggu sampai setengah jam untuk menuju mathof di lantai dasar. “Alhamdulillah, jamaah lebih memilih di lantai dasar walaupun harus memakai pakaian ihram,” tutupnya. (mat)