Haji Yang Tertunda Bersama Nabi (2)

Haji Yang Tertunda Bersama Nabi (2)
Anwar Hudijono

Oleh Anwar Hudijono (Penulis Wartawan Senior, tinggal di Sidoarjo)

Pasukan Quraisy sudah terlihat. Kita tidak gentar. Di antara kita malah sudah ada yang menghunus pedang siap mempertahankan diri. Kita tinggal menunggu aba—aba komando dari Nabi. Kita sami’na wa atha’na, mendengar dan patuh.

Nabi tetap tenang. Takut? Tentu tidak. Tapi Nabi konsisten dengan niat menunaikan haji. Bukan niat untuk berperang. Sementara Quraisy memang ingin pecah perang. Nabi tak mau masuk perangkap mereka. Tak mau menari di bawah genderang Quraisy.

Nabi memutuskan mencari jalan lain. Kita mengikuti beliau. Medan jalannya sangat berat. Melalui tebing batu karang yang curam. Kaum muslimin tidak ada yang mengeluh. Semua rasa payah tertutup oleh semangat yang tinggi dan ikhlas.

Tiba-tiba Al Qashwa berhenti dan berlutut. Muslimin menduga unta kesayangan Nabi ini kelelahan.

“Tidak. Dia ditahan oleh yang menahan gajah dulu dari Mekah. Setiap ada ajakan dari Quraisy dengan tujuan mengadakan hubungan kekeluargaan, tentu saya sambut,” sabda Nabi.

Kita tiba di Hudaibiya, daerah sebelah bawah Mekah. Nabi memerintahkan kita turun.

Di antara jamaah ada yang bertanya, “Ya Rasulullah, kalau pun kita turun di lembah ini tidak ada air.”

Kita melihat Nabi mengeluarkan anak panah dari tabungnya (bukan panah untuk perang). Menugaskan seorang sahabatnya agar memanah ke dasar sumur-sumur yang kering. Begitu dipanahkan, memancarlah air yang berlimpah. Kita semua lega.

Quraisy bingung

Quraisy bingung menghadapi langkah Nabi. Pasukan Khalid ditarik untuk disiagakan di Mekah. Quraisy mengutus Budail bin Warqa dari suku Khuza’a menemui Nabi. Kepada Budail Nabi menjelaskan tujuannya. Hanya ingin umrah atau haji. Tidak ingin berperang.

Budail melaporkan apa adanya ke Quraisy. Tapi dia malah dicurigai. Tak puas, kemudian Quraisy mengutus Hulais, pimpinan suku Ahabisy.

Saat Hulais tiba, Nabi menyuruh kita melepaskan hewan-hewan kurban agar terlihat oleh Hulais. Begitu melihat hewan kurban itu, hati Hulais yang memiliki dasar kegamaan jadi tergetar.

Dia kembali ke Quraisy dan meyakinkan bahwa tidak ada alasan yang benar untuk melarang Nabi ke Baitullah. Lagi-lagi Quraisy malah marah ke Hulais. Dan Hulais mengingatkan bahwa persekutuannya dengan Quraisy bukan untuk merintangi orang yang mau ziarah ke Baitullah.