Lapsus  

Wada’ Tangisan Rindu Baitullah Terus Terpatri

Mengembalikan Marwah TPHD Sebagai Pemandu Tamu Allah (2)

Wada’ Tangisan Rindu Baitullah Terus Terpatri
H. S Makin Rahmat

MENJELANG senja, para Jemaah haji mulai berkemas-kemas, bergiliran mempersiapkan diri untuk segera pamit meninggalkan bumi Arofah. Program berkesinambungan,  Arofah-Muzdalifah-Mina (Armuzna) merupakan kaitan yang saling memberikan kesan sakral untuk memenuhi rukun dan wajib haji. Semua memahami bahwa Al Hajj Arofah, bahwa ibadah haji adalah wukuf di Arofah pada 9 Dzulhijjah.

Usai pelaksanaan wukuf, Jemaah digiring untuk bermalam menuju Muzdalifah sebagai ibadah wajib dan disunnahkan mengumpulkan kerikil untuk melempar jumlah Aqobah pada tanggal 10 Dzulhijjah dan melanjutkan lemparan sekaligus mabit di Mina pada hari tasyrik, yaitu 11,12, dan 13 Dzulhijjah melempar jumrahtul ula, wustho wa aqobah.

Sungguh perjuangan sangat berat dan melelahkan. Ada beberapa catatan dan perlu diungkap, ketika beberapa Jemaah memilih Tanazul dengan agenda Tarwiyah, yaitu pada tanggal 7 atau 8 Dzulhijjah menuju Mina kemudian melanjutkan pagi hari ke Arofah untuk wukuf dan seterusnya. Atau program Tanazul bagi Jemaah yang mengalami kendala sakit atau resti. Walau pihak Kloter mempunyai agenda dan laporan rutin tapi penanganan terhadap Jemaah yang tanazul dengan keterbatasan petugas sangat tidak seimbang.

Dengan kondisi normal, satu kloter 450 jemaah didampingi petugas dari Ketua Kloter (TPHI), pembimbing ibadah (TPIHI), dokter dan dua paramedic (TKHI) serta TPHD sudah babak belur dengan berbagai persoalan dan permasalahan, belum lagi ada kasus-kasus yang membutuhkan penanganan khusus.

Sebetulnya, hal tersebut bisa ditekan dengan persiapan dan tenaga standard an kompetensi baik di jajaran TPHI, TPIHI, dan tenaga pendukung dari TPHD atau TKHD. Kalau TKHI secara umum sudah melaksanakan tugas dan kebutuhan, situasi, dan tuntutan kondisi jemaaah yang harus ditangani, namun sinergi sebagai tim harus tetap terjaga.

Wada’ Tangisan Rindu Baitullah Terus Terpatri
Saat Thowaf Waada”

Secara khusus, di Kloter 70 tentu lebih menggembirakan. Mengapa? Sebelum pelaksanaan wukuf hingga pasca wukuf, kami bertiga sebagai petugas TPHD, bersama Gus Idham – sapaan H. Idham Kholik dan H. Adi Harsanto bisa saling kerjasama untuk berbagi tugas bukan sekedar pada job description di bidang umum, namun sudah membaur dengan petugas, tidak hanya untuk kloter 70, namun membantu di kloter lain yang kebetulan berada di rumah 604. Artinya, bila peran TPHD lebih digerakkan dengan selektif, maka suara minor tentang peran TPHD hanya angka ikut, petugas abal-abal tidak akan terjadi. Tiga fungsi, membina, melayani dan melindungi Jemaah bersama petugas kloter terlaksana cukup baik.

Contoh riil karena kurang kordinasi, Jemaah semakin kondisi drop saat melaksanakan mabit di Muzdalifah. Jujur, setelah sehari penuh melakukan wukuf, langsung mabit di Muzdalifah tanpa ada petunjuk dari petugas kloter, akhirnya Jemaah memilih tempat yang lapang tanpa bisa beradaptasi di mana nanti akan dijemput bus di Maktab. Kebetulan, kloter 70 Sub dalam naungan Maktab 28, tapi menjelang pukul 03.00 Waktu Saudi Arabia (WSA), belum ada instruksi untuk menuju ke pintu keluar, mengantri bus menuju ke Mina.

Akhirnya, Jemaah sebagian besar sudah berusia lanjut harus tertatih-tatih dalam kondisi letih dan barusah bangun harus mengangkat tas tenteng dan tas paspor ikut antri, sementara Jemaah dari kloter lain sudah berdempetan di pintu keluar. Seharusnya, begitu turun dari bus langsung ada kordinasi untuk mencari lokasi terdekat dengan pintu keluar sehingga tidak menyulitkan Jemaah.

Untungnya, pengalaman KBIH Rohmatul Ummah yang memang rutin tiap tahun mendampingi Jemaah lebih dari satu kloter berinisiatif untuk mendahulukan Jemaah tua dan menyisahkan rombongan terakhir disertai petugas Kloter, TPHD dan TKHI. Itupun sudah menunjukkan pukul 07.45 WSA.

Wada’ Tangisan Rindu Baitullah Terus Terpatri

Sesampainya di Maktab 28, kami memutuskan tidak berangkat dulu ke Jamarat untuk melempar tugu Aqobah, menunggu setelah Dzuhur, usai melaksanaan jamak takdim Dzuhur-Ashar. Pilihan cukup bijak, termasuk meminta Jemaah berusia lanjut untuk tetap di bumi perkemahan Mina, diwakili oleh Karom dan Karu atau pihak keluarga yang lebih bugar.

Alhamdulillah, selama mengikuti kegiatan nafar Tsani, yaitu tetap bermalam di Perkemahan Mina pada tanggal 11,12, dan 13 Dzulhijjah, Kloter 70 termasuk lebih inovasi dalam pelaksanaan ibadah. Selain, agenda jamarat, dilakukan khataman Qur’an, Dzikrul Ghofiliin dan pengajian bakda Sholat Maghrib dan Subuh yang mampu menjadi penyeimbangan dan memotivasi Jemaah. Dari gerakan spontan, kebetulan dimotori oleh penulis yang mendapat tugas mengisi tausiah, berhasil mengumpulkan sumbangan shodaqoh dan infaq dari Jemaah Kloter 70 dan tetangga perkemahan yang ada di maktab 28 terkumpul dana lebih dari Rp 112 juta.