KEDIRI, WartaTransparansi.com — Kabut tipis menggantung, dua sosok pertapa melangkah pelan di atas panggung, dan denting gamelan menyayat hening malam di Kampus I Universitas Nusantara PGRI (UNP) Kediri, Sabtu, 12 Juli 2025. Dari sinilah Festival Kali Brantas (FKB) IV dimulai, sekaligus menyambut Hari Jadi ke-1146 Kota Kediri dengan pentas kolosal Jejak yang Tak Bersuara.
Mengangkat legenda Bubukshah dan Gagang Aking, pertunjukan ini meramu mitologi Majapahit dengan semangat kontemporer. Lebih dari sekadar hiburan, pentas ini menjadi medium tafsir visual atas perjalanan spiritual dan nilai-nilai lokalitas yang masih hidup dalam denyut kota tua di tepi Brantas.
“Festival ini bukan seremonial belaka, tapi ekspresi budaya, pendidikan karakter, dan diplomasi kebudayaan,” ujar Rektor UNP Kediri, Zainal Afandi, dalam sambutan yang lirih namun tegas.
Ia menyebut, ajang ini menjadi bagian dari komitmen kampus terhadap pelestarian budaya dan pembentukan identitas mahasiswa.
Pertunjukan drama tari yang digarap kolaboratif oleh mahasiswa lintas jurusan itu kian istimewa dengan kehadiran tamu dari Michigan University, Amerika Serikat, dan Inggris. Mereka menyaksikan langsung bagaimana narasi lokal dibungkus dengan pendekatan teater modern yang digarap serius.
“Kreativitas mahasiswa UNP Kediri tak hanya menarik perhatian nasional, tapi juga dunia,” kata Zainal, yang dikenal sebagai salah satu penggagas Manusuk Sima di era Wali Kota H.A Maschut.
Di balik gegap gempita FKB ke IV, seorang dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) UNP Kediri, Wahyudi, berdiri sebagai salah satu arsitek naskah dan konsep artistik pertunjukan. Ia tidak hanya mengurus teknis panggung. Ia merancang narasi budaya.