Blitar  

Bawa Keranda Mayat sebagai Simbol Matinya Penindakan Korupsi, AMPERA Blitar Gelar Aksi Hakordia

Bawa Keranda Mayat sebagai Simbol Matinya Penindakan Korupsi, AMPERA Blitar Gelar Aksi Hakordia
Aliansi Masyarakat Pendukung Reforma Agraria (AMPERA) menggelar aksi penyampaian aspirasi di sejumlah titik strategis di Blitar Raya

Kedua, mafia hutan, yang memanfaatkan kawasan hutan dan skema perhutanan sosial untuk kepentingan segelintir pihak, sehingga tujuan reforma agraria dan keadilan lingkungan menjadi kabur.

Ketiga, mafia hukum, yang ditandai dengan dugaan intervensi proses hukum, lambannya penanganan perkara, hingga praktik membuat masyarakat lelah dan akhirnya menyerah.

Erdin juga menyinggung sejumlah kasus agraria di Kabupaten Blitar yang dinilai mencerminkan ketidakadilan struktural, termasuk belum tuntasnya pendistribusian lahan hasil redistribusi kepada masyarakat penerima manfaat.

AMPERA mempertanyakan kejelasan sekitar ±30 hektare lahan yang hingga kini belum terealisasi pembagiannya, meskipun telah memiliki dasar kebijakan yang jelas.

“Jika negara sungguh-sungguh hadir, tidak boleh ada ruang gelap dalam reforma agraria. Semua harus terbuka dan bisa diawasi rakyat,” ujar Erdin.

Selain isu mafia tanah, massa juga mengkritisi pelaksanaan program nasional seperti Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTPKH) dan perhutanan sosial yang dinilai rawan disusupi praktik monopoli, manipulasi data, serta penyalahgunaan kewenangan.

AMPERA mendesak aparat penegak hukum, pemerintah daerah, dan ATR/BPN untuk bekerja secara profesional, akuntabel, serta menjunjung kepastian hukum.

Aksi yang diikuti ratusan peserta dari berbagai elemen masyarakat sipil tersebut berlangsung dengan pengawalan aparat keamanan dan berjalan relatif tertib.

Melalui momentum Hakordia, AMPERA menegaskan komitmennya untuk terus mengawal penegakan hukum dan keadilan agraria di Blitar Raya.

“Hakordia bukan sekadar seremoni tahunan. Ini adalah pengingat bahwa negara wajib hadir dan berpihak kepada rakyat, bukan kepada mafia,” pungkas Erdin.(*)