Di sisi lain, Eri menyampaikan bahwa Pemkot juga memperkuat program perbaikan rumah tidak layak huni (Rutilahu). Saat ini, kebijakan baru tengah disiapkan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) bersama Komisi A DPRD Surabaya.
“Kita harus punya batasan dan kriteria yang jelas agar bantuan lebih tepat sasaran. Tidak semua yang datang ke Surabaya bisa langsung menerima bantuan,” katanya.
Dengan kekuatan fiskal mencapai 75 persen dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Surabaya menjadi salah satu kota dengan keuangan daerah terbaik di Indonesia. Namun, kondisi tersebut juga berdampak pada menurunnya dana transfer dari pemerintah pusat.
“Ketika fiskal daerah kuat, otomatis bantuan pusat berkurang. Karena itu, inovasi di setiap sektor menjadi keharusan agar roda ekonomi tetap berputar,” ujarnya.
Ke depan, Pemkot Surabaya menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,8 persen pada 2026, peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), serta penurunan angka kemiskinan dan ketimpangan (gini rasio).
“Tidak boleh ada kemunduran. Sekalipun transfer berkurang, pembangunan sekolah, bantuan sosial, dan peningkatan kesejahteraan harus terus berjalan,” tegas Eri.
Ia menutup dengan optimisme bahwa kolaborasi antara Pemkot, DPRD, dan masyarakat akan menjaga stabilitas pembangunan di Kota Pahlawan, menjadikannya tetap inklusif dan tangguh menghadapi tantangan fiskal ke depan. (*)