Namun, hingga laporan ini disusun. Masih kata Dipa, berkas perkara belum dinyatakan lengkap (P-21), sementara masa penahanan terhadap para terduga pelaku telah habis.
Dipa menegaskan bahwa penegakan hukum terhadap pelanggaran hak anak semestinya dilakukan secara cepat, transparan, dan mengedepankan prinsip kepentingan terbaik bagi anak sebagaimana diatur dalam Pasal 64 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2014.
LHA PSHT juga mendesak agar penyidik menyampaikan SP2HP secara berkala sebagai bentuk keterbukaan informasi dan tanggung jawab institusi kepolisian.
“Kami berharap penegak hukum tidak abai terhadap hak-hak korban. Kejelasan hukum sangat penting demi keadilan dan untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian,” tutup Dipa.
Untuk diketahui, korban Putra Hidris Rayyan, merupakan pelajar asal Pare, Kabupaten Kediri, tewas setelah diserang sekelompok pemuda saat pulang sahur bersama di kawasan Simpang Lima Gumul, Senin dini hari, 24 Maret 2025. Dua rekannya mengalami luka serius.
Dalam konferensi pers pada 29 Maret, Kasat Reskrim Polres Kediri, AKP Fauzy Pratama, menyampaikan bahwa polisi telah menangkap 14 terduga pelaku di Desa Tanjung, Kecamatan Pagu.
Namun, menurut Ketua LHA PSHT Kabupaten Kediri, Dipa Kurniyantoro, pada 27 April 2025, dari 14 orang tersangka kini hanya tinggal lima orang. Ia juga mengungkapkan bahwa berkas perkara dikembalikan oleh jaksa (P-19) ke kepolisian karena disinyalir belum cukup alat bukti. (*)