“Dari situ bisa terlihat data warga miskin, tingkat kemiskinan terbuka, hingga umur ekonomis warga yang belum bekerja. Tugas camat adalah memastikan langkah-langkah konkrit untuk menangani permasalahan tersebut,” katanya.
Eri juga menekankan pentingnya sinergi program yang padat karya dengan aset yang ada di setiap wilayah kecamatan. Misalnya, camat dapat memanfaatkan aset atau lahan pemkot untuk program pemberdayaan ekonomi warga.
“Sehingga jika ada orang-orang yang membutuhkan, bisa memanfaatkan aset di sekitar sampean (anda). Atau seperti di Asemrowo, berkolaborasi dengan perusahaan yang ada di sekitar sana,” jelasnya.
Ditegaskan pula bahwa setiap camat harus menyelesaikan permasalahan di wilayahnya secara mandiri. Jika permasalahan sampai diselesaikan oleh wali kota atau wakil wali kota, maka hal itu dianggap sebagai kegagalan camat dalam menjalankannya.
“Kalau ada masalah di wilayah, dan yang turun langsung saya atau wakil wali kota, berarti itu kegagalan seorang camat. Jika ada warga yang lebih memilih melapor ke saya atau wakil wali kota, itu tandanya mereka tidak percaya pada camatnya,” tegasnya.
Untuk itu, Eri mendorong setiap camat harus bisa mencari solusi jika ada masalah di wilayah. Nah, jika camat tidak mampu menyelesaikannya, ia meminta agar segera melaporkan ke wali kota atau wakil wali kota.
Untuk memastikan efektivitas koordinasi, Eri meminta setiap kecamatan dan kelurahan memiliki sistem pengaduan yang dapat menampung keluhan warga. Namun, ia juga menggarisbawahi pentingnya memilah setiap laporan yang masuk. (*)