Opini  

Hari Pendidikan Nasional 2024 dan Eksistensi Gerakan Pramuka

Hari Pendidikan Nasional 2024 dan Eksistensi Gerakan Pramuka
Dr. Muchamad Taufiq, S.H., M.H

Oleh Dr. Muchamad Taufiq, S.H.,M.H

“Selamat Hari Pendidikan Nasional. Mari terus bergotong royong menyemarakkan dan melanjutkan gerakan Merdeka Belajar” demikian potongan kalimat penutup sambutan Mendikbudristek dalam peringatan Hari Pendidikan Naisonal Tahun 2024 (Hardiknas 2024).

Peringatan Hardiknas 2024 mengambil tema “Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar”. Hal itu tertuang dalam Surat Edaran Nomor 11911/MPK.A/TU.02.03/2024 tentang Pedoman Peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2024.

Peringatan Hardiknas kali ini beriringan dengan terbitnya Permendikbud 12/2024 mengatur Kurikulum PAUD, Jenjang Pendidikan Dasar dan Jenjang Pendidikan Menengah. Permen ini telah diundangkan tanggal 26 Maret 2024.

 Jadi tepatnya dua bulan menjelang Hardiknas, mendikbudristek telah mencabut Permendikbud Nomor 63 Tahun 2014 tentang Pendidikan Kepramukaan sebagai Kegiatan Ekstrakurikuler Wajib pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.

 Artinya telah berlaku efektif bahwa ekstrakulikuler Pramuka dari daftar Alokasi Waktu Mata Pelajaran Ekstrakurikuler (Ekskul). Sederhananya bahwa Ekskul Pramuka dihapus/ hilang dari daftar ekskul wajib.

Merujuk pada ketentuan baru, menjadikan sekolah tidak lagi dapat menerapkan Model Blok dan Model Aktualisasi Kepramukaan di sekolah. Kepramukaan tidak lagi diikuti oleh seluruh siswa, tidak dapat diintegrasikan di dalam Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) untuk kelas I, VII dan X. Dihapusnya sifat wajib menjadi tidak mengikat untuk dilaksanakan setahun sekali, berlaku bagi seluruh peserta didik.

 Kepramukaan di sekolah tidak lagi bersifat intramural atau ekstramural. Apakah hal demikian merupakan wujud Merdeka belajar dan belajar Merdeka?

Para pimpinan satuan Pendidikan harus kembali merevisi RAPBS 2024/2025 yang telah disusun. Kalaupun penganggaran sudah digunakan, hanya sebatas tanggal 25 Maret 2024.

Setelah itu, penganggaran yang berkaitan dengan kepramukaan sebagai ekskul wajib menjadi tidak memiliki payung hukum. Fenomena ini pasti membuat para kepala sekolah dan komite bekerja ekstra keras. Baik dari sisi kebijakan program maupun penganggarannya. Inikah substansi makna bergotong-royong menyemarakkan gerakan merdeka belajar?”

Anindito Aditomo- kepala BSKAP melalui Siaran Pers (010424) menegaskan bahwa Permendikbudristek 12/2024 tidak mengubah ketentuan bahwa Pramuka adalah ekstrakurikuler yang wajib disediakan sekolah. Merubah wajib atas sifat ekskul kepramukaan setiap tahun bukanlah semata-mata tentang perkemahan. Perkemahan itu sejatinya hanyalah alat bagi Gerakan Pramuka untuk mencapai tujuan.

 Tujuannya adalah mewujudkan karakter yang unggul dan berkulaitas bagi anggotanya. Gerakan Pramuka adalah tentang romantika perjuangan bangsa. Dari sudut aspek hukum, pencabutan atas Permendikbud Nomor 63 Tahun 2014 berlaku menyeluruh bukan sebagian. Sehingga tidak dapat ditafsirkan lain oleh siapapun karena akan menjadikan kabur substansinya.

Penerapan peraturan baru ini (12/2024) akan berimplikasi terhadap kebijakan semua level Gerakan Pramuka di Indonesia. Maka kwarda, kwarcab, kwarran bahkan gugusdepan sebagai pemangku amanat UU No. 12/ 2010 perlu memberikan masukan atas urgensi Permendikbudristek 12/2024.

 Karena setiap keputusan pemerintah, pastilah mendasarkan dari sebuah penelitian dan berbasis data. Adakah data signifikan yang mengindikasikan ekskul kepramukaan merugikan Masyarakat? Bukankah hampir semua lapisan Masyarakat telah mengakui bahwa kepramukaan sangat membantu perkembangan jiwa anak dan remaja? Kode moral dalam bentuk satya dan darma adalah dasar karakter yang paripurna. Lalu dasar penting apakah yang serta merta merubah kebijakan berkaitan dengan kepramukaan di sekolah?

Mendasarkan pada tema Hardiknas 2024, kiranya Mendikbudristek belum terlambat untuk melakukan perubahan terhadap substansi Permendikbudristek 12/ 2024. Isi siaran pers No. 100/sipers/A6/IV/2024  dan hasil dengar pendapat di DPR RI yang lalu harus diwujudkan dalam naskah teks hukum yang akan berlaku mengikat bagi siapapun. Karena pemahaman terhadap teks sebuah “pasal” sangat menentukan konteks yang diambil oleh para pemangku kepentingan.

Berdasar UU No. 12/2011 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 15/2019, bahwa peraturan menteri tidak termasuk didalamnya. Hanya Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden yang memiliki kekuatan hukum peraturan perundang-undangan sesuai dengan hierarki tersebut. Hierarki yang dimaksud adalah penjenjangan setiap jenis peraturan perundang-undangan.

 Namun norma dasar penyusunan sebuah peraturan haruslah merujuk kesana, termasuk peraturan Menteri (permen) adalah berimplikasi pada pengaturan. Pengaturan itu akan baik jika diawali dengan naskah akademik yang memuat hasil penelitian atau pengkajian hukum yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tertentu.

Proses ini tentunya wajib melibatkan stakeholder terkait, jika urusan kepramukaan maka kwartir Nasional Gerakan Pramuka haruslah dihadirkan secara kelembagaan sebagai pemangku amanat UU No. 12/2010.

Sementara asas pembentukan peraturan haruslah memberikan pedoman dalam penyusunan sebuah permen. Setidaknya terdapat tiga asas yang wajib diperhatikan dalam menerbitkan permendikbudristekdikti 12/2004.

Pertama asa kedayagunaan dan hasil guna. Apakah permen ini telah menjamin terhadap eksistensi dan pengembangan Gerakan Pramuka yang telah diatur dengan UU sebagai peraturan yang lebbih tinggi dari permen.

Kedua, asas kejelasan rumusan. Rumusan pilihan kata, terminologi serta hahasa hukum dalam teks permenristek menjadi bergeser maknanya jika dicomparative dengan siaran pers oleh kepala BSKAP.

Ketiga, asas keterbukaan. Dalam persiapan dan perencanaan, tentunya permendikbudristek wajib melibatkan seluruh lapisan masyarakat, hal ini dapat dipersempit unsurnya yaitu Gerakan Pramuka (Kwartir nasional).

Dengan memperhatikan beberapa asas diatas serta aspek manfaat hukum, kepastian dan keadilan serta perkembangan masyarakat dan para pemangku kepentingan kepramukaan, Mendikbidristek akan terbuka terhadap tuntutan keberatan masyarakat pramuka atas pemberlakuan Permendikbud No.12/2024.

Berangkat dari semangat kegotongroyongan yang telah digaungkan dalam Hardiknas 2024, saya yakin Menteri Nadiem akan memiliki goodfaith untuk merubah Permendikbudristek No.12/2024.

Kiranya dapat dipertimbangkan oleh pemerintah, bahwa dimasa mendatang Gerakan Pramuka menjadi lembaga yang mandiri langsung dibawah Presiden (Pramuka Utama) sebagaimana diatur dalam UU Gerakan Pramuka. Selamat Hardiknas 2024, menuju generasi yang berkarakter, unggul dan berkualitas. (*)

*) Penulis adalah Dosen ITB Widya Gama Lumajang dan Andalan Nasional Orgakum Gerakan Pramuka